Menteri LHK ungkap rumitnya mengurai aturan reklamasi Teluk Jakarta
Acuan aturan reklamasi beberapa pulau ternyata tidak sama.
Pemerintah pusat saat ini sedang mengurai kompleksitas aturan terkait reklamasi sehingga dapat dipakai sebagai acuan dasar proyek reklamasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kini meneliti satu per satu dokumen analisis mengenai dampak lingkungan proyek di Teluk Jakarta tersebut.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengakui terjadi kerumitan pelaksanaan dibentuknya 17 pulau buatan seluas 5 ribu hektare di teluk Jakarta tersebut.
"Memang kompleks persoalannya. Jadi pulau J, belum ada usulan kegiatan, pulau K sudah ada izin lingkungan, pulau L penampungan lumpur, pulau N agak berbeda karena pakai UU pelayaran maka izin reklamasi dari menteri perhubungan, karena dia buat dermaga dan ini ada kaitan dengan pulau O P dan Q karena harus ditetapkan nasional apakah kepentingan nasional atau tidak, itu harus ditetapkan menteri kelautan," ujarnya di Komisi IV DPR, Jakarta, Senin (18/4).
Menurut Siti, apabila merujuk berdasarkan Keppres No 52 Tahun 1995 tertuang wewenang bagi gubernur untuk menerbitkan izin reklamasi.
"Kalau kita lihat urutannya berdasarkan Keppres 52/1995, DKI ada wewenang dia (Pemprov DKI) keluarkan amdal pulau-pulau, ada yang sudah konstruksi ada yang masih dalam perencanaan yang sedang konstruksi kami lakukan pengawasan, pakai UU 32 Tahun 2012," jelas Siti.
Namun karena Perpres No 54 Tahun 2008 mencabut tentang penataan tata ruang dalam Keppres No 52 Tahun 1995, Pemprov DKI mesti menyesuaikan aturan tata ruang menurut perundang-undangan yang ada. Faktanya, Gubernur DKI menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi sebelum adanya Perda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan Perda tentang rencana tata ruang Kawasan Strategis Nasional.
"Perpres 54/2008 mengatur tata ruang, karena semua UU dipakai untuk menjustifikasi. UU Tata Ruang hasilkan Perda tata ruang DKI dan Pergub, kemudian UU pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil mengatur tata ruang, di situ ada perintah bahwa harus ada prosedur reklamasi, maka keluar perpres 122/2012, harus ada prosedur reklamasi yang isinya harus ada Rencana Strategis Zonasi, Rencana kelola dan rencana aksi kelola, maka baru bisa keluar izinnya tetapi ada UU Kelautan yang menyatakan ini juga ada kaitan dengan tata kelola ruang laut nasional. Jadi ini komplikasi regulasinya, nanti kita cari jalan menyelesaikannya," ungkapnya.
Untuk itu, dirinya memutuskan menghentikan sementara proyek reklamasi tersebut. Mengingat masih banyak kekurangan terutama soal kajian kewilayahan, strategis, KLHS.
"Karena itu mensyaratkan renstra, zonasi, ruang kelola dan ruang aksi, maka Pemda DKI menyusun Ranperda DKI yg sekarang sedang bermasalah. Ini harus kita selesaikan. Jadi KLHS harus diselesaikan, keseluruhan wilayah harus dibuat. Kemudian dari KLHS muatannya diisi pada Ranperda DKI yang sekarang bermasalah," ungkapnya.