Menteri UMKM Pastikan Kenaikan PPN 12 Persen Bukan untuk Masyarakat Kelas Menengah ke Bawah
Pemerintah harus menghadapi tantangan mengamankan sektor ekonomi riil masyarakat sambil menjaga stabilitas keuangan negara.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM) Maman Abdurachman mengatakan, kebijakan pemerintah terkait dengan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 12 persen merupakan bagian dari proses panjang yang dimulai sejak era COVID-19.
Ketika itu, pemerintah harus menghadapi tantangan mengamankan sektor ekonomi riil masyarakat sambil menjaga stabilitas keuangan negara.
Kemudian, terkait keputusan menaikkan PPN dari 10 persen menjadi 12 persen pada Januari 2025 adalah hasil dari konsensus antara pemerintah dan legislatif.
“Saat itu, kami dihadapkan pada dua situasi penting, bagaimana mengamankan pengamanan karyawan di sektor formal yang berisiko terkena PHK serta sektor ekonomi masyarakat di bawah,” kata Maman di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Jumat (20/12).
Untuk mengimbangi situasi, pemerintah pun memutuskan menurunkan pajak korporasi sementara untuk meringankan beban perusahaan-perusahaan, terutama di sektor-sektor yang terdampak Covid-19, dan menaikkan PPN sebagai kompensasinya.
Yakin Tidak Berdampak ke UMKM
Maman menegaskan, meskipun PPN dinaikkan, kebijakan tersebut tidak akan berdampak pada sektor UMKM dan masyarakat menengah ke bawah.
“Kami memastikan bahwa hanya barang-barang mewah dan premium yang terkena dampak kenaikan ini. Kenaikan PPN 12 persen hanya berlaku untuk bahan pangan premium seperti daging wagyu, yang jelas bukan konsumsi sehari-hari masyarakat kita," tegasnya.
"Ini tidak akan mempengaruhi konsumsi masyarakat menengah ke bawah atau usaha kecil menengah yang sehari-hari menjual barang-barang pokok," sambungnya.
Pemberian Intensif
Sebagai bentuk dukungan kepada sektor UMKM, pemerintah telah meluncurkan beberapa insentif pajak yang dirancang khusus untuk membantu pelaku usaha kecil.
Salah satunya adalah insentif PPh final 0,5 persen yang diberikan selama tujuh tahun bagi pengusaha UMKM dengan omset tahunan hingga Rp4,8 miliar.
Insentif ini disebutnya dirancang untuk membantu usaha mikro dan kecil agar dapat bertahan dari dampak ekonomi yang tidak terhindarkan akibat perubahan kebijakan fiskal.
Menanggapi penolakan dari berbagai kalangan masyarakat terhadap kenaikan PPN 12 persen, Maman memastikan, pemerintah telah menyiapkan paket insentif senilai Rp265 triliun untuk meredam dampaknya.
“Kami menyediakan hampir 95 persen dari anggaran ini untuk melindungi masyarakat menengah ke bawah dan UMKM. Kami juga mengharapkan pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa kenaikan PPN tidak berdampak pada harga barang-barang pokok," ungkapnya.
Maman mengungkapkan, kenaikan PPN ini bukanlah upaya untuk mengurangi insentif bagi UMKM.
“Ini adalah langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi negara di tengah situasi yang belum sepenuhnya pulih dari dampak COVID-19. Pemerintah tetap berkomitmen untuk memberikan pengamanan kepada sektor UMKM dan masyarakat agar tidak terpengaruh oleh kenaikan ini," ungkapnya.
Demi Menjaga Keseimbangan
Dalam kesempatan tersebut, Maman juga menyoroti pentingnya media dalam menyampaikan informasi yang akurat kepada publik, serta mendorong masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh informasi yang tidak tepat.
“Kami di kementerian UMKM akan terus bekerja untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar memberikan manfaat bagi semua kalangan, terutama yang paling rentan,” ucapnya.
Dengan adanya kebijakan PPN 12 persen, Maman Abdurachman menegaskan bahwa pemerintah berusaha untuk menjaga keseimbangan antara pemulihan ekonomi nasional dan perlindungan bagi kelompok masyarakat yang rentan.
Langkah ini diharapkannya dapat menghindarkan beban berat bagi masyarakat di bawah dan sektor UMKM, sementara juga menjaga stabilitas ekonomi negara.
Melalui dialog yang terbuka dan transparansi, Maman berharap dapat meredakan kekhawatiran masyarakat serta memastikan bahwa kebijakan pemerintah berjalan dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi rakyat Indonesia.