Meramal sampai kapan harimau Sumatera bertahan?
Harimau Jawa dan Bali lebih dulu dinyatakan punah. Kini, harimau Sumatera hanya tinggal 250 ekor.
Sekarang anda boleh senang bisa melihat harimau Sumatera mengaum. Tapi yakinkah anda, sepuluh, dua puluh, atau seratus tahun ke depan harimau Sumatera masih ada? Tidak ada yang tahu. Yang pasti, jumlah populasi harimau Sumatera kini kian menurun, karena mati atau aktivitas perburuan sadis.
Forum Harimau Kita (FHK) melansir hewan dengan nama latin panthera tigris sumatrae itu diperkirakan berjumlah sekitar 250 ekor. Padahal data 1978 jumlahnya mencapai 1.000 ekor. Namun sembilan tahun kemudian, pada 1987 populasinya berkurang menjadi 500 ekor. Jumlah itu bertahan selama 5 tahun, 1992, lalu kembali turun menjadi 250 ekor pada 2010.
Sementara itu, data World Wildlife Fund (WWF) menyebut satwa endemik Indonesia yang populasinya saat ini tersebar dalam populasi-populasi kecil di dalam dan di luar kawasan konservasi di Sumatera, itu jumlahnya antara 300 sampai 400 ekor. Jumlahnya akan terus berkurang karena perburuan dan kerusakan hutan.
Ramalan WWF itu bisa jadi benar, mengingat perburuan harimau Sumatera masih terjadi hingga kini. Contohnya baru-baru ini, Tim Perlindungan Harimau Sumatera menemukan aktivitas perburuan di kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Provinsi Jambi.
"Berdasarkan jenis jerat aktif yang ditemukan oleh tim, pelakunya adalah pemburu harimau profesional," kata Manager Lapangan Perlindungan Harimau dan Konservasi TNKS Dina Risdianto beberapa waktu lalu.
Dina melanjutkan, berdasar data hasil Operasi Sapu Jerat Tim Tiger Protection and Conservasi Unit TNKS, sementara ini mereka menemukan sebanyak 14 jerat harimau aktif tersebar di kawasan TNKS dekat perbatasan Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Dia juga meyakini bahwa pelakunya berbeda-beda dan datang dari mana saja.
Alasannya, jerat ditemukan tersebar hampir merata. Bila hal itu dibiarkan, bukan tidak mungkin populasi Harimau Sumatera akan semakin menurun, mirip nasib populasi harimau Jawa atau Bali. Bayangkan saja, sepanjang 2013, mulai Januari hingga Juli, pengelola hutan telah menemukan 37 jerat harimau aktif.
Lokasi penemuan jerat harimau memang tersebar di beberapa lokasi, antara lain di hutan penyangga TNKS di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi dan sisanya, tiga jerat dalam kawasan TNKS di Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Kemudian ada 29 jerat di kawasan hutan produksi sekitar TNKS di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.
Bila aktivitas perburuan harimau tersebut dibiarkan, bisa dipastikan nasib harimau Sumatera mirip saudara dekatnya, yakni harimau Bali yang lebih dulu dinyatakan punah pada dekade 40-an, kemudian harimau Jawa pada dekade 80-an. Faktanya hingga kini memang belum ada catatan resmi berapa jumlah harimau Jawa dan Bali itu.
Catatan terakhir tentang harimau Jawa muncul pada 1974, hasil penelitian Seidensticker dan Sujono di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur. Dua orang itu memperkirakan Harimau Jawa tinggal 3 sampai 4 ekor. Namun riset WWF di tempat sama pada 1994 membantahnya. Sebab hasil riset WWF justru nihil, sama sekali tidak menemukan harimau Jawa.
Kamera trap sistem injak yang dipasang tidak memotret satupun sosok Harimau Jawa. Celakanya, selama ini TNMB terlanjur ditetapkan menjadi habitat terakhir Harimau Jawa. Sehingga kesimpulan bahwa harimau Jawa punah tidak haram lagi. Kepunahan raja rimba Jawa diamini keputusan CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) pada Desember 1996.
Nah, sekarang pertanyaannya, siapa yang bisa meramal sampai kapan harimau Sumatera bertahan?