Merasa tak layak berada di Lapas, napi di Jayapura tolak remisi
"Saya menolak remisi itu karena sampai sekarang saya tak merasa bersalah, mengapa saya harus menerima hukuman," katanya.
Remisi adalah salah satu hadiah yang paling ditunggu oleh setiap narapidana yang mendekam dalam lapas tahanan akibat perbuatan kriminalnya. Namun tidak dengan salah seorang tahanan dengan kasus tindak pidana makar bernama Filep Jacob Samuel Karma, yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Abepura, Kota Jayapura, Papua. Dia menolak pemberian remisi khusus HUT ke-69 Kemerdekaan RI.
"Saya menolak remisi itu karena sampai sekarang saya tidak merasa bersalah, mengapa saya harus menerima hukuman untuk perbuatan yang tidak saya lakukan," kata Filep kepada wartawan yang menjenguknya di Lapas Abepura, di Jayapura, seperti dikutip dari Antara, Senin (18/8).
Ia mengatakan, pemberian remisi kepadanya karena berkelakuan baik di lapas, terjadi setiap tahun selama ia ditahan pada 2005. Namun, ia selalu menolak pemberian remisi tersebut dengan dalih dirinya tidak bersalah.
"Saya tetap menolak remisi itu, karena remisi diberikan kepada orang yang bersalah, tetapi saya merasa tidak bersalah. Mereka selalu bilang itu kewajiban pemerintah. Apa perlu saya menyurat dengan kata-kata yang kurang baik, saya sudah bilang ke Kementerian Hukum dan HAM bahwa saya menolak remisi itu," ujar mantan pegawai di Kantor Gubernur Papua itu.
Filep yang akrap disapa Philip itu mengaku semakin yakin dirinya tidak bersalah, ketika mempedomani keputusan pengadilan Arbitrase PBB pada 2011 yang menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus membebaskan dia tanpa syarat, meskipun pada kenyataannya ia masih ditahan di Lapas Abepura.
"Mereka bilang saya dinyatakan bersalah lalu dihukum karena mengaku salah. Saya mengaku salah karena saya mengumpulkan massa lalu mengibarkan bendera (Bendera Bintang Kejora) lalu orasi, tapi dari aspek hukum tidak terpenuhi unsur hukum yang menyatakan makar, makanya saya tetap merasa tidak bersalah," ujarnya.
Filep Karma adalah pegawai di Kantor Gubernur Papua, yang diajukan ke pengadilan karena memobilisasi massa untuk menaikkan bendera Bintang Kejora di Lapangan Trikora, Abepura, 1 Desember 2004.
Pengibaran ini dilakukan untuk memperingati HUT ke-43 Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Pada 26 Mei 2005, dalam amar putusannya majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara bagi Filep, dan ia menyatakan banding.
Vonis terhadap Filep itu tiga kali lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yakni lima tahun penjara.
Ia dituduh melakukan kegiatan makar karena ingin memisahkan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ia dijerat Pasal 106 KUHP tentang perbuatan makar junto Pasal 50 KUHP.