Misteri kematian Munir masih gelap hingga kini
Hukuman Pollycarpus dikurangi menjadi 14 tahun penjara. Banyak teka-teki yang belum terjawab dalam kasus ini.
Meski Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Pollycarpus Budihari Priyanto sudah diputuskan dengan status dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada 2 Oktober lalu, sampai saat ini pihak Pollycarpus belum mengetahui secara resmi akan hal itu. Bahkan pihak Pollycarpus belum juga mengetahui apa pertimbangan MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan pada 5 Desember 2011 itu.
Hal itu dikemukakan Assegaf, kuasa hukum terpidana pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Priyanto. Dalam penjelasannya, pihaknya sampai saat ini belum mendapatkan salinan amar putusan itu dari MA.
"Kami mulanya hanya mengetahui itu dari situs MA. Yang membuat terkejut PK yang diajukan dikabulkan. Kami mengira itu artinya bebas hukuman. Namun setelah kami baca-baca keterangan MA dari liputan media, ternyata PK yang diajukan dikabulkan, tapi keputusannya kembali pada keputusan PN, yakni hukuman 14 tahun penjara dari 20 tahun," kata Assegaf saat menghubungi merdeka.com untuk mengonfirmasi hal itu melalui selulernya oleh pada Selasa (8/10) pagi.
Selain belum mendapatkan amar putusan PK yang diajukan kliennya, Assegaf menjelaskan, ada tiga hal yang diajukan dalam PK Pollycapus ke MA. Assegaf mengaku dari tiga hal yang diajukan dalam PK itu dia belum mengetahui apa yang menjadi menjadi pertimbangan hakim MA mengabulkan PK yang diajukan.
"Dalam PK yang kami ajukan ada tiga hal yang kami ajukan. Tiga hal itu tidak harus ada novum (bukti baru) di dalamnya. Namun ada dua novum baru yang kami ajukan dalam PK itu," ujar Assegaf lebih lanjut.
Lebih lanjut, Assegaf menjelaskan, tiga hal yang diajukan dalam PK itu adalah adanya perubahan tempat kejadian terbunuhnya Munir yang didakwakan jaksa penuntut umum. Kemudian menurut Assegaf, dari situ munculnya, pertimbangan hakim yang saling pertentangan, dan terakhir adalah adanya kekeliruan nyata atas keputusan yang nyata dan tidak sesuai dengan KUHP ayat 264.
Tempat dan waktu kejadian terbunuhnya Munir bergeser?
Dalam pandangan Assegaf, dalam dakwaan yang dituduhkan ke Pollycarpus telah mengubah tempat kejadian terbunuhnya Munir. Dalam dakwaan pertama Pollycapus yang dinyatakan meracuni Munir dalam penerbangan Jakarta- Singapura kemudian berubah kalau terdakwa meracuni korban di Bandara Changi Singapura, di Coffee Bean.
"Kami sudah menganalisa hal itu dengan dua ahli racun dari UGM. Munir tidak mungkin diracun dalam penerbangan Jakarta-Singapura. Dalam keterangan ahli racun yang kami gunakan, kalau diracun dari penerbangan Jakarta-Singapura, Munir akan muntah-muntah dan sempoyongan keluar dari pesawat untuk transit di Singapura. Tapi buktinya, saat Munir keluar pesawat di Changi, dia masih segar bugar. Ini dibuktikan dengan keterangan Dokter Tarmizi yang saya temui, katanya dia melihat Munir. Dalam kondisi segar bugar saat turun," kata Assegaf yang enggan menyebut dua ahli racun dari UGM yang dimaksud.
Dalam penjelasan Assegaf, zat arsenik yang ditemukan dalam tubuh Munir setelah otopsi, dari keterangan ahli racun yang dijadikan, akan bereaksi setelah 30 menit masuk ke dalam tubuh korban. Assegaf menilai, tidak logis jika Munir diracun dalam perjalanan Jakarta-Singapura.
"Kalau benar dari Jakarta-Singapura, 30 menit kemudian Munir sudah sempoyongan tidak bisa jalan keluar pesawat di Changi atau racunnya dari penerbangan Singapura-Amsterdam. Jadi dari kedua lokasi kejadian itu, yang mana yang benar lokasi korban diracun?" ujar Assegaf bertanya.
Saat ditanya akan hal itu sebagai asumsi baru, Assegaf menyangkal, dia kembali menjelaskan kalau novum itu tidak harus barang atau bukti baru.
Sedangkan saat ditanya akan kesaksian Raymond Latuihamalo atau Ongen yang melihat Munir dan Pollycarpus berbicara di Coffe Bean, Bandara Changi, Singapura, Assegaf segera menyangkalnya. Dia menjelaskan, dia sudah menemui kuasa hukum Ongen dan keterangan Ongen dalam persidangan itu atas dasar paksaan.
"Saya sudah bertemu kuasa hukum Ongen. Dia bilang, Ongen dipaksa memberikan kesaksian melihat Munir dan Pollycarpus bertemu di Coffe Bean. Ongen itu saksi rekayasa," ujar Assegaf dan enggan memberitahu siapa yang memaksa Ongen memberikan kesaksian dalam persidangan.
Assegaf mencoba menyimpulkan, dengan adanya pergeseran lokasi dan waktu kejadian itu, sehingga berdampak pada bergesernya pula dakwaan terhadap kliennya. Meski begitu, menurut Assegaf, dia tidak tahu, apakah bagian itu yang menjadi pertimbangan hakim MA dalam mengabulkan PK Pollycarpus.
Putusan PK MA janggal
Sementara itu Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) mempertanyakan putusan MA yang mengabulkan PK Pollycarpus yang dilakukan secara diam-diam. Menurut Sekretaris Eksekutif Kasum Choirul Anam, apapun yang terkait dengan PK Pollycarpus yang dikabulkan MA, status Pollycapus sebagai pelaku dalam pembunuhan Munir tidak terbantahkan.
"Apapun isi putusan dari PK Pollycarpus yang dikabul MA, status Pollycarpus sebagai pelaku pembunuhan tidak terbantahkan. Tapi dia hanya salah satu, dia bekerja atas perintah," kata Choirul dalam jumpa pers di Imparsial pada Senin (7/10).
Sedangkan aktivis Kasum lainnya, Usman Hamid mengomentari keganjilan PK yang dikabulkan MA pada 2 Oktober lalu. Usman menilai, PK itu penuh dengan keganjilan karena dilakukan dengan tertutup.
Usman mencontohkan, MA pernah menggelar sidang PK serupa dalam kasus Bulog Gate yang menyeret Akbar Tandjung. Menurut Usman, saat PK itu berlangsung PK itu disiarkan langsung melalui televisi dan diliput oleh media massa.
"Kalau prosesnya saja tidak memperlihatkan keterbukaan pada publik, kondisi lembaga peradilan di Indonesia saat ini memang busuk," kata Usman mengecam.