MK tolak gugatan Farhat Abbas atas UU KPK
Pasal yang diuji berbunyi, "Pimpinan KPK sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bekerja secara kolektif."
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Farhat Abbas dan Narliz Wandi Piliang dalam uji materi Pasal 21 ayat 5 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal yang diuji berbunyi, "Pimpinan KPK sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bekerja secara kolektif."
Pasal itu dianggap pemohon memiliki kelemahan. Dalam sidang perdana pada 23 Mei lalu, Farhat dan Wandi mencontohkan, bagaimana lambatnya KPK menentukan tersangka kasus Hambalang, karena keputusan KPK harus bersifat kolektif kolegial, menunggu keputusan semua anggota pimpinan, bukan berdasar keputusan dari Ketua KPK saja.
Majelis menolak permohonan secara keseluruhan. "Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hamdan membacakan putusan di Ruang Sidang MK, Kamis (14/11).
Pertimbangan penolakan dibacakan oleh hakim Arief Hidayat. Dalam pandangan Mahkamah, KPK adalah lembaga yang diberikan kewenangan khusus dan luar biasa untuk pemberantasan korupsi. Karena itu keputusannya harus kolektif, kalau hanya ketua akan sangat berbahaya.
"Hal itu dimaksud agar KPK bertindak ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan dalam pemberantasan korupsi, jika tidak demikian atau hanya kewenangan itu diberikan kepada ketua atau mayoritas anggota pimpinan dikhawatirkan adanya kesalahan dan kekeliruan atau penyalahgunaan KPK oleh kekuatan politik lain di luar KPK," ujar Arief membacakan.