Mucikari: Gang Dolly masih sangat dibutuhkan masyarakat
Menurut mucikari, jika ingin menutup Gang Dolly dan Jarak, harus bisa mensejahterakan warga sekitar terlebih dahulu.
Menganggap menjadi korban kebohongan Wali Kota Surabaya, Jawa Timur, Tri Rismaharini, warga lokalisasi Gang Dolly dan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan menggelar aksi penolakan atas penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara itu pada 19 Juni mendatang.
Para penghuni lokalisasi yang didirikan Nonik Belanda, Tante Dolly di masa kolonial itu, juga menganggap masih banyak orang-orang yang membutuhkan penghidupan dari geliat prostitusi yang berada di jantung Kota Pahlawan tersebut.
"Kami menggelar aksi ini, untuk menuntut dan menolak penutupan, karena kami merasa di sekeliling kami masih banyak yang membutuhkan, ada karyawan-karyawan yang membutuhkan kehidupan, banyak warga yang juga bergantung di situ (Dolly dan Jarak)," kata salah satu mucikari Gang Dolly, Ani usai ikut bernegosiasi dengan pihak kelurahan dan kecamatan di Kantor Kelurahan Putat Jaya, Senin (19/5).
Menurutnya, kalau pemerintah (Pemkot Surabaya) ingin menutup Gang Dolly dan Jarak, harus bisa mensejahterakan warga sekitar terlebih dahulu. "Kalau pemerintah menutup, harus memberi waktu dan bisa mensejahterakan dulu, saat ini masyarakat masih membutuhkan, masyarakat tidak pernah merepotkan pemerintah, jadi ini masalah politik saja. Pemerintah dengan politiknya, berusaha untuk mematikan (menutup Dolly) ekonomi masyarakat," tegas dia.
"Dalam melakukan sesuatu, pemerintah tidak pernah memikirkan warganya. Sekarang di sini (Dolly) dipasang CCTV yang sangat mengganggu sekali aktivitas di sini," lanjutnya.
Para penghuni Gang Dolly dan Jarak juga menilai, pesangon Rp 5 juta hanya dalih menyejahterakan warga lokalisasi. Padahal hanya kebohongan belaka. Untuk itu, mereka menolak keras penutupan Gang Dolly dan Jarak. Sementara rumah-rumah hiburan yang notabene-nya milik orang-orang kaya masih tumbuh subur di Kota Surabaya.
"Itu cuma bohong. Ini cuma urusan politik. Selama ini kami tidak pernah menerima uang itu. Rp 5 juta yang dikasihkan dipotong-potong. Banyak yang tidak di kasih. Di Klakah Rejo misalnya. Karena tidak pernah dapat, setelah ditutup yang kembali lagi jadi PSK. Uang segitu itu buat apa, untuk beli handphone saja nggak cukup, apalagi untuk modal usaha," tandas dia.