Muhammadiyah Marah Masukan Tak Dianggap Kemendikbud Ristek
Muhammadiyah tampak kesal dengan sikap Kemenkdikbud Ristek. Ormas Islam tersebut merasa tak dianggap dalam penyusunan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Aturan itu terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.
Muhammadiyah tampak kesal dengan sikap Kemenkdikbud Ristek. Ormas Islam tersebut merasa tak dianggap dalam penyusunan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Aturan itu terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Aisyiyah, Atiyatul Ulya mengakui dimintai pandangan oleh Kemendikbud Ristek. Sejumlah masukan pun telah disampaikan kepada pemerintah.
-
Apa yang dimaksud dengan kesemutan? Kesemutan adalah sensasi yang umumnya dirasakan sebagai perasaan kebas, mati rasa, atau seperti jarum-jarum yang menusuk di bagian tubuh tertentu.
-
Apa yang dimaksud dengan kesepian? Kesepian adalah perasaan kesepian, terisolasi, dan tidak terhubung dengan orang lain.
-
Apa itu kesemutan? Kesemutan adalah sensasi seperti tertusuk jarum atau mati rasa di bagian tubuh tertentu.
-
Apa yang dimaksud dengan kata-kata sedih terpendam? "Kata-kata sedih terpendam mewakili rasa kesedihan seseorang. Kesedihan yang dirasakan oleh seseorang memang adalah bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kata-kata sedih terpendam kerap kali muncul pada momen refleksi pribadi, saat merenungkan pengalaman pahit atau bahkan kehilangan yang kita alami. Namun perlu diketahui, menyimpan rasa sedih dalam hati bisa bedampak pada kondisi emosional sehingga membuat Anda merasa terisolasi dan terjebak dalam perasaan yang sulit diungkap."
-
Apa jenis penipuan yang marak terjadi belakangan ini? Salah satunya yang marak belakangan ini adalah social engineering bermodus penipuan melalui permintaan untuk mengklik sebuah file undangan pernikahan berformat APK di WhatsApp (WA).
-
Apa yang dimaksud dengan kata-kata kecewa yang bijak? "Kata-kata kecewa yang bijak adalah salah satu cara terbaik yang bisa dilakukan seseorang dalam meluapkan emosinya. Kecewa adalah puncak dari kemarahan yang sudah tidak bisa lagi dilampiaskan melalui emosi yang meluap-luap."
"Masukan-masukan yang tadi sudah saya sampaikan pun sudah saya sampaikan ketika pertemuan dengan Kementerian Pendidikan dengan berbagai unsur lembaga yang lain. Beberapa hal tadi misalkan terkait dengan definisi, ruang lingkupnya, implementasi," kata Atiyatul kepada Liputan6.com Selasa (9/11/2021).
Atiyatul melihat pelibatan pihaknya dalam menyusun beleid tersebut tak lebih hanya sebuah formalitas. Sebab, mereka diundang kala aturan itu sudah rampung dibuat dan tinggal disahkan.
Menurutnya, aturan yang kini telah disahkan dengan yang ditunjukkan kepadanya saat sebelum diketok persis sama tak ada yang diubah. Hal itu mengindikasikan Kemendikbud Ristek sama sekali tak mendengar masukan dari pihaknya.
"Sebetulnya kami waktu itu diajak untuk membahas ya. Tetapi ketika diajak untuk membahas ini sudah di akhir-akhir dan itu sudah masuk di Kementerian Hukum dan HAM, sudah tinggal diketok. Artinya bahwa formalitas, kami juga udah sampaikan fungsi mengundang kami itu apa kalau tinggal diketok di kementerian?" kata dia.
Banyak Masalah di Permendikbud
Atiyatul mencatat ada sejumlah masalah dalam peraturan yang bermaksud mulia itu. Misalnya terkait cakupan kekerasan seksual yang memang banyak menuai polemik.
"Secara definisi masih sangat umum ya dari bacaan kami, sehingga nanti khawatirnya ketika di lapangan itu akan susah untuk diterjemahkan," kata dia.
Kemudian, lanjut Atiyatul, perihal penggunaan diksi bentuk-bentuk kekerasan seksual yang selalu menggunakan frasa ‘tanpa persetujuan’ dari korban.
"Itu yang kemudian bisa dipahami bahwa kalau logikanya yang di baliknya itu, berarti kalau mereka sama-sama setuju jadi enggak papa dong, meskipun itu sebetulnya secara hukum agama tidak diperbolehkan," jelas dia.
Peraturan tersebut, kata Atiyatul, akhirnya menggiring penafsiran sejumlah pihak bahwa hubungan seksual suka sama suka atau sesama jenis dibolehkan karena tak diakomodasi dalam Permendibudrsitek 30/2021. Padahal ini jelas bertentangan dengan ajaran agama.
SDM Jadi Soal
Masalah implementasi, Atiyatul mengurai ada sejumlah catatan soal ini. Permasalahan ditemui kala peraturan itu memandatkan setiap perguruan tinggi untuk membentuk satuan tugas (Satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
"Untuk perguruan tinggi yang masih sangat terbatas SDM-nya, pendanaannya maupun sarana dan prasarana ini enggak yakin saya mereka bisa melakukan dengan baik. Karena pembentukan satgas itu perguruan tinggi dituntut untuk membentuk, menyediakan sarana dan prasarana dan menyampaikan SDM-nya," kata dia.
Belum lagi persyaratan untuk membentuk satgas yang tercantum pada aturan tersebut dipandang Atiyatul sukar untuk dipenuhi bagi sejumlah kampus kecil. Misalnya saja syarat calon anggota satgas harus orang yang sudah pernah melakukan pendampingan kekerasan seksual.
"Itu dari syarat yang nomor satu saja siapa gitu yang ada? Kalau yang kampus besar oke lah ada, tapi untuk yang masih sangat terbatas SDM-nya itu dengan syarat yang diberikan dalam Permendikbudristek itu nyaris gak ada yang memenuhi itu," pungkas dia.
Jawaban Kemendikbud
Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Diktiristek) Nizam membantah anggapan yang mengatakan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 melegalkan praktik perzinaan di kampus. Nizam mengatakan, anggapan tersebut timbul karena kesalahan persepsi atau sudut pandang.
"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah 'pencegahan', bukan 'pelegalan'," tegasnya.
Nizam juga menggarisbawahi fokus Permendikbudristek PPKS. Di mana aturan itu hanya menyoroti pencegahan dan penindakan praktik kekerasan seksual di kampus.
"Fokus Permen PPKS adalah pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual. Sehingga definisi dan pengaturan yang diatur dalam permen ini khusus untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual," tegasnya.
Saat ini, kata Nizam, beberapa organisasi dan perwakilan mahasiswa menyampaikan keresahan dan kajian atas kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan perguruan tinggi.
"Kebanyakan dari mereka takut melapor dan kejadian kekerasan seksual menimbulkan trauma bagi korban. Hal ini menggambarkan betapa mendesaknya peraturan ini dikeluarkan," ujarnya.
Kehadiran Permendikbudristek PPKS merupakan jawaban atas kebutuhan perlindungan dari kekerasan seksual di perguruan tinggi yang disampaikan langsung oleh berbagai mahasiswa, tenaga pendidik, dosen, guru besar, dan pemimpin perguruan tinggi yang disampaikan melalui berbagai kegiatan.
Karenanya, kekerasan seksual di sektor pendidikan tinggi menjadi kewenangan Kemendikbudristek, sebagaimana ruang lingkup dan substansi yang tertuang dalam Permendikbudristek tentang PPKS ini.
Nizam menekankan, Kemendikbudristek wajib memastikan setiap penyelenggara pendidikan maupun peserta didiknya dapat menjalankan fungsi tri dharma perguruan tinggi dan menempuh pendidikan tingginya dengan aman dan optimal tanpa adanya kekerasan seksual.
Isi Permendikbud
Lebih lanjut, Nizam menjelaskan, Permendikbudristek PPKS dirancang untuk membantu pimpinan perguruan tinggi dan segenap warga kampusnya dalam meningkatkan keamanan lingkungan mereka dari kekerasan seksual.
Kemudian, menguatkan korban kekerasan seksual yang masuk dalam ruang lingkup dan sasaran Permen PPKS ini; dan mempertajam literasi masyarakat umum akan batas-batas etis berperilaku di lingkungan perguruan tinggi Indonesia, serta konsekuensi hukumnya.
“Moral dan akhlak mulia menjadi tujuan utama pendidikan kita sebagaimana tertuang dalam UUD, UU 20/2003, UU 12/2012, dan berbagai peraturan turunannya. Termasuk Permendikbud No 3/2020 ttg standar nasional pendidikan tinggi,” tutup Nizam.
Berikut Isi Permendikbud tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus: