NasDem: Prolegnas DPR RI Tahun 2021 Alami Potret Buram
Pada tahun 2021, DPR hanya mengesahkan 8 rancangan undang-undang (RUU) dari 33 RUU yang ada di Prolegnas. Menurut Atang, jumlah RUU yang ditetapkan tidak banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya.
Ketua DPP Partai NasDem, Atang Irawan, mengkritik capaian Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI pada tahun 2021. DPR hanya mengesahkan 8 rancangan undang-undang (RUU) dari 33 RUU yang ada di Prolegnas.
Atang mengatakan, secara kuantitatif dan kualitatif, Prolegnas DPR RI tidak memiliki perubahan signifikan dibanding realisasi tahun-tahun sebelumnya.
-
Apa jabatan Purwanto di DPRD DKI Jakarta? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Apa yang dibahas dalam rapat pimpinan sementara DPRD Provinsi DKI Jakarta? "Pembahasan dan penetapan usulan nama Calon Penjabat Gubernur DKI Jakarta dari masing-masing Partai Politik DPRD Provinsi DKI Jakarta," demikian informasi tersebut.
-
Apa yang diuji coba oleh Pemprov DKI Jakarta? Penjelasan Pemprov DKI Uji Coba TransJakarta Rute Kalideres-Bandara Soekarno Hatta Dikawal Patwal Selama uji coba dengan menggunakan Bus Metro TransJakarta dikawal dengan petugas Patwal hingga ada penutupan sementara di beberapa persimpangan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta menjajal langsung TransJakarta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dimulai dari Terminal Kalideres.
-
Apa yang diminta oleh DPRD DKI Jakarta kepada Pemprov DKI terkait Wisma Atlet? Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua meminta Pemprov memanfaatkan Wisma Atlet Kemayoran sebagai tempat rekapitulasi dan gudang logistik Pemilu 2024.
-
Apa yang dilakukan anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta saat rapat paripurna? Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Cinta Mega kedapatan tengah bermain game slot saat rapat paripurna penyampaian pidato Penjabat (Pj) Gubernur terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022 di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (20/7).
-
Kenapa DPR mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung? Kasus kakap yang telah diungkap pun nggak main-main, luar biasa, berani tangkap sana-sini. Mulai dari Asabri, Duta Palma, hingga yang baru-baru ini soal korupsi timah.
"Jika berkaca ke belakang maka dapat dikatakan bahwa Prolegnas masih mengalami potret buram," ujar Atang dalam keterangannya, Jumat (31/12).
Pada tahun 2021, DPR RI hanya mengesahkan 8 RUU yaitu, RUU Kejaksaan, RUU Jalan, RUU Otonomi Khusus Papua, RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, RUU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, serta tiga RUU mengenai pembentukan pengadilan di beberapa daerah.
Atang mengatakan, pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah RUU yang ditetapkan tidak banyak berubah. Jumlah RUU yang ditetapkan hanya sedikit dibanding yang masuk Prolegnas.
Ia memberikan contoh konkret, misalnya di tahun 2015 hanya 3 RUU yang disahkan, lalu 10 RUU pada 2016, 6 RUU pada 2017, 5 RUU pada 2018, 14 RUU pada 2019, dan 3 RUU pada 2020.
Menurutnya Prolegnas seharusnya sebagai prioritas yang didasarkan tujuan bernegara secara filosofis tegas dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945. Bukan sekadar deretan daftar RUU yang dibahas dalam satu tahun, dan terkesan hanya untuk kejar setoran dalam bentuk wishlist.
"Sehingga Prolegnas bukan hanya keranjang sampah yang kemudian dipungut dengan dasar kesukaan lembaga pembentuk Undang-Undang," ujar Atang.
RUU untuk Kepentingan Rakyat Tak Ditetapkan Jadi UU
Terlebih lagi, yang membuatnya miris, banyak RUU yang memiliki relasi kuat dengan tercabutnya pemenuhan hak konstitusional rakyat, tidak ditetapkan menjadi undang-undang. Misalnya RUU Tindak Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Masyarakat Hukum Adat dengan alasan persoalan-persoalan teknis harmonisasi kemudian menjadi terabaikan.
"Sebaiknya tarik menarik kepentingan dan perbedaan pandangan menjadi kekuatan pokok dalam perumusan, pembahasan dan penetapan RUU yang berimplikasi kepada perlindungan hak-hak fundamental rakyat," kata Atang.
Untuk itu, Atang mengusulkan pemerintah membentuk pusat atau badan regulasi nasional. Badan ini dibawahi langsung oleh presiden.
Tujuan badan regulasi nasional supaya segi formal peraturan perundang-undangan tidak berakibat munculnya disharmoni atau bertentangan, dan juga agar tertata dengan baik serta lebih efektif dan efisien.
"Tidak menimbulkan preseden buruk seperti UU Cipta Kerja misalnya," ucapnya.
Pembentukan pusat atau badan legislasi nasional terbuka ruang melalui UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang mengurusi pembentukan/penyusunan peraturan perundang-undangan di internal pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.
"Potret buram orkestrasi politik legislasi nasional 2021 sebaiknya menjadi catatan strategis di tahun 2022, sehingga tidak perlu terlalu banyak daftar deretan RUU (wist list) yang pada ujungnya juga tidak selesai dengan maksimal. Sebaiknya prioritaskan beberapa RUU akan tetapi jelas bahwa responsibilitas dan progresifitasnya demi kepentingan rakyat," pungkas Atang.