Nepotisme di Klaten tak terjadi jika pimpinan parpol koreksi diri
Nepotisme di Klaten tak terjadi jika pimpinan parpol koreksi diri. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menilai banyak masyarakat yang memiliki komitmen memberantas korupsi. Caranya, dengan melaporkan pejabat yang diduga terlibat korupsi ke KPK.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menilai banyak masyarakat yang memiliki komitmen memberantas korupsi. Caranya, dengan melaporkan pejabat yang diduga terlibat korupsi ke KPK.
"Operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK itu sebagian besar laporan dari masyarakat, artinya banyak pegawai negeri dan masyarakat yang memiliki komitmen moral tinggi dengan pelaporan tersebut," katanya di Magelang, seperti dilansir Antara, Sabtu (7/1).
Busyro mengatakan mereka yang melaporkan dugaan korupsi tersebut identitasnya dilindungi KPK. Pengungkapan kasus korupsi selama ini lebih banyak laporan dari masyarakat. Laporan dugaan korupsi ke KPK tahun 2016 mencapai 7.200, angka tersebut tersebar di 34 provinsi.
Ia mengatakan OTT Bupati Klaten Sri Hartini sebetulnya tidak akan terjadi separah itu jika pimpinan-pimpinan partai politik itu mau koreksi diri dengan penuh kejujuran. Artinya selama parpol dikelola dengan pola kepemimpinan oligarki akan menimbulkan nepotisme dan nepotisme itu muncul salah satu gunung esnya muncul di kasus Klaten.
Ia mengatakan tidak hanya di Klaten, juga di Kerawang, Palembang, dan lainnya. "Nepotisme memang enak, tetapi jangan menggunakan uang rakyat. Hal ini masalahnya yang menjadi korban adalah kebijakan, melalui nepotisme itu terjadi dugaan korupsi dalam banyak hal," kata Ketua PP Muhammadiyah ini.
Menurut dia, korupsi sekarang ini sumber utamanya atau akar masalahnya pada oligarki politik dan oligarki pemodal yang terjadi perselingkuhan permanen.
"Perselingkuhan permanen antara dua oligarki ini muncul calo politik, calo proyek, dan calo jabatan. Di kasus Klaten pasti ada unsur tersebut," katanya.
Ia menuturkan nepotisme itu bukan hanya dalam pengertian keluarga, yang menyangkut kasus Hambalang menggambarkan nepotisme di kalangan partai politik, dengan melibatkan Nazaruddin Cs sampai Anas Urbaningrum dan Andi Malarangeng.
Selain itu, katanya ada nepotisme dalam arti keluarga batih, yakni terjadi di Klaten dan Bantul beberapa waktu lalu. Kondisi ini tidak sehat. "Kasus seperti itu setahu saya lebih dari 10," katanya.
Seperti diketahui, Sri Hartini merupakan Bupati Klaten periode 2016 - 2021 yang baru dilantik pada tanggal 17 Februari 2016. Politikus PDI Perjuangan itu berpasangan dengan Wakil Bupati Klaten terpilih Sri Mulyani.
Sebelum menjadi Bupati Klaten, Sri Hartini merupakan Wakil Bupati Klaten 2010 - 2015 dan berpasangan dengan Bupati Sunarna yang menjabat dua periode (2005 - 2015). Sunarna tidak lain adalah suami Sri Mulyani.
Sri Hartini adalah istri mantan Bupati Klaten Haryanto Wibowo periode 2000 - 2005. Haryanto pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus proyek pengadaan buku paket tahun ajaran 2003/2004 senilai Rp4,7 miliar dan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk perjalanan ke luar negeri.