Nusron Wahid: Emang wajahku pantes nerima duit apa?
Nama Kepala BNP2TKI Nusron Wahid disebut dalam persidangan kasus suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Nama Kepala BNP2TKI Nusron Wahid disebut dalam persidangan kasus suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, kemarin. Dalam kesaksian Darmadji, sopir dari terdakwa Doddy Aryanto Supeno, yang dibacakan jaksa, disebut Darmadji pernah beberapa kali mengantarkan Doddy menemui sejumlah pejabat penting dan mengirimkan uang, salah satunya adalah Nusron Wahid di kantor pemuda Ansor.
Doddy adalah pegawai PT Artha Pratama Anugrah (APT) yang menjadi terdakwa penyuap panitera PN Jakpus Edy Nasution.
Menanggapi hal itu, Nusron Wahid justru mempertanyakan uang yang dimaksud. Nusron ogah komentar soal itu. Dia malah mempertanyakan apakah dirinya pantas menerima uang yang disebutkan itu.
"Uangnya mana? Kalau ada duitnya sini. Ya orang ngaku-ngaku kan boleh saja. Saya enggak mau komentarlah. Emang wajahku pantas nerima duit apa?," kata Nusron di Kemenlu, Jakarta, Senin (23/8).
Dalam persidangan kemarin, Darmadji yang sudah empat kali dipanggil kembali tak hadir. Kesaksiannya dibacakan oleh jaksa. Hingga kini keberadaan Darmadji belum diketahui. Selain nama Nusron, nama mantan Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi juga disebut.
Berikut adalah BAP (Berita Acara Pemeriksaan) pertama pada 21 April 2016, poin ke-5 ditanyakan kepada Darmadji yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) KPK Fitroh Rohcahyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (22/8) kemarin.
"Apakah saudara mengenal Doddy Aryanto Supeno?" Dan dijawab "Ya saya mengenal saudara Doddy Aryanto Supeno sebagai majikan saya yang bekerja sebagai asisten Eddy Sindoro, petinggi di Lippo Group".
Fitroh mengatakan, Doddy merupakan orang kepercayaan Eddy Sindoro dan sering menemui berbagai pejabat antara lain Nurhadi Sekretaris MA, saudara Lukas, Yuddy Chrisnandi yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri PAN-RB, saudara Nasir, saudara Nusron Wahid Kepala BNP2TKI dan saudara Lukas.
Terdakwa dalam sidang ini adalah Doddy Aryanto Supeno selaku pegawai PT Artha Pratama Anugerah yang diduga menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp 150 juta untuk menunda proses pelaksanaan 'aanmaning' terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Kwang Yang Motor Co.LtD (PT Kymco) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) dan PT First Media.
"Saya sering mengantarkan Doddy Aryanto Supeno, kertas dan tas berisi uang dari orang-orang operasional Menara Lippo kepada Nurhadi di Hang Lekir dan Lukas. Doddy berkantor di Menara Matahari dan memiliki staf Darmasyah Sahuleka dan Airlangga," tambah jaksa Fitroh menirukan pernyataan Doddy saat diperiksa penyidik KPK.
Selanjutnya pada BAP Nomor 14, Doddy mengaku sering mengirimkan barang yang diduga merupakan uang kepada Nurhadi.
"Saya sering mengirimkan barang yang saya duga berupa uang kepada saudara Lukas dengan pengiriman di Basement Menara Matahari Jalan Jenderal Sudirman dan kepada Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid di kantor Pemuda Anshor. Sejak 2015 saya ingin melaporkan ke KPK terkait dengan seringnya saudara Doddy mengirimkan barang yang saya duga berupa uang ke rumah Nurhadi yang saat itu saya ketahui Nurhadi adalah Sekretaris MA, pengiriman itu (terkait) resepsi pernikahan anaknya," tambah jaksa Fitroh.
Sedangkan mengenai Nurhadi, Darmadji mengaku Nurhadi biasa dipanggil sebagai 'Pak WU' atau 'Pak En'.
"Dapat saya terangkan bahwa Pak Doddy mengenai Pak Nurhadi sebagai Pak Wu atau Pak En, hal ini saya dengar dari Pak Doddy atau Pak Royani, atau pun secara langsung di rumah Pak Nurhadi," ungkap jaksa Fitroh.
Darmadji juga mengakui bahwa pernah mengantarkan Doddy sebanyak tiga kali yaitu 26 Oktober, 18 Desember dan 20 April ke Hotel Acacia dengan Doddy membawa paper bag dan amplop cokelat. Pada dakwaan jaksa, 18 Desember 2015 Doddy memberikan uang Rp 100 juta dan pada 20 April 2016 menyerahkan Rp 50 juta.
"Saya pernah mengantar ke Hotel Acacia Jakarta Pusat. Doddy membawa amplop cokelat folio, keluar dari basement, tapi kemudian ke basement, tidak lama masuk Panther atau CRV atau Fortuner, keluar laki-laki kurus dengan tinggi sekitar 168 cm setelan safari dan Doddy keluar dari Nissan Xtrail dan menyerahkan amplop folio cokelat ke orang itu. Kemudian pada 20 April 2016 juga mengantar ke Hotel Acacia. Sampai di sana saya keluar dari mobil, Doddy tetap di mobil lalu ada mobil datang dan Doddy menghampiri orang di mobil CRV lalu banyak orang menghampiri mobil CRV itu dan saya datangi orang yang berkerumun dan ternyata itu adalah petugas KPK," ungkap jaksa Fitroh.
Atas kesaksian tersebut, Doddy hanya membantah sebagian.
"Tidak benar saya orang kepercayaan Eddy Sindoro dan menyerahkan uang ke Pak Nurhadi," kata Doddy menanggapi BAP yang dibacakan itu.
"Tidak pernah mengantar koper ke Nurhadi?" tanya ketua majelis hakim Sumpeno.
"Tidak benar," jawab Doddy.
Doddy bahkan mengaku bahwa paper bag yang dia serahkan adalah untuk makanan anak Edy Nasution.
"Paper bag itu isi makanan untuk anak Edy Nasution, betul diantarkan Darmadji tapi isinya makanan saya karena anaknya Pak Edy Nasution mau makan di Siloam," ungkap Doddy.
Sedangkan mengenai amplop folio cokelat menurut Doddy mengenai berkas kelengkapan anak Edy Nasution yang ingin magang di RS Siloam.
"Mengenai Pak WU dan Pak En saya itu tidak tahu kalau folio itu sebenarnya map karena ada kekurangan berkas, saya tidak pernah bawa tas kecil. Kalau ada tas kecil isinya 'power bank' dan lainnya," jawab Doddy beralasan.
Doddy dalam perkara ini didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Kapan Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? "Saya laporkan pada tanggal 6 Mei 2024 ke Bareskrim dengan laporan dua pasal, yaitu Pasal 421 KUHP adalah penyelenggara negara yang memaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kedua, pencemaran nama baik, Pasal 310 KUHP, itu yang sudah kami laporkan," ungkap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/5).
-
Siapa yang ditahan oleh KPK? Eks Hakim Agung Gazalba Saleh resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (30/11/2023).
-
Kenapa Mulsunadi ditahan KPK? Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Kenapa Nurul Ghufron menggugat Dewas KPK di PTUN? Ghufron sendiri sempat meminta kepada Dewas untuk menunda sidang etiknya. Namun Dewas kukuh untuk tetap menggelar sidang etik. "Apakah Dewas sudah mengantisipasi? Sangat mengantisipasi. Tapi perlu diketahui hal-hal yang memang kita tidak bisa melakukan persidangan kalau itu harus dipenuhi. NG pernah tidak hadir, tapi kemudian hadir," ucap ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan di gedung Dewas KPK, Selasa (21/5).
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
Baca juga:
Nama Yuddy Chrisnandi-Nusron Wahid disebut di sidang suap PN Jakpus
Terdakwa Doddy dicecar hakim soal pertemuan di basement Hotel Acacia
Doddy diperintah kasih kado Rp 50 juta buat anak Pansek PN Jakpus
KPK masih perkuat alat bukti buat jadikan Nurhadi tersangka
Ngelesnya mantan sekretaris MA Nurhadi dalam kasus suap Lippo Group