Ombudsman Sebut Pemeriksaan Pengunggah Guyonan Gus Dur Mengarah Intimidasi
Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu menyayangkan jika polisi melakukan pemanggilan warga bernama Ismail atas joke tersebut. Dia melihat pemanggilan itu malah mengarah kepada intimidatif dan kepolisian tidak bisa membedakan mana tingkatan joke.
Pemanggilan polisi terhadap warga Kepulauan Sula, Ismail Ahmad (41) lantaran mengunggah guyonan Presiden Keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur soal polisi di media sosial disoroti pelbagai pihak. Guyonan Gus Dur yang diunggah Ismail pada akun Facebooknya berbunyi 'Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: Patung Polisi, Polisi Tidur, dan Jenderal Hoegeng'.
Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu menyayangkan jika polisi melakukan pemanggilan warga bernama Ismail atas joke tersebut. Dia melihat pemanggilan itu malah mengarah kepada intimidatif dan kepolisian tidak bisa membedakan mana tingkatan joke.
-
Apa yang dimaksud dengan pangkat polisi? Mengutip dari laman polisi.com, tanda kepangkatan Polri adalah daftar tanda pangkat yang dipakai oleh Kepolisian Negara Indonesia.
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Siapa yang ditangkap polisi? "Kami telah mengidentifikasi beberapa pelaku, dan saat ini kami baru menangkap satu orang, sementara yang lainnya masih dalam pengejaran," ujar Kusworo.
-
Siapa saja yang memiliki pangkat polisi? Setiap anggota Polisi pasti masing-masing memiliki pangkat.
-
Siapa yang memimpin Polisi Istimewa setelah Proklamasi Kepolisian? Setelah Proklamasi Kepolisian, pimpinan prajurit yang merupakan orang Jepang yaitu Sidookan Takata dan Fuko Sidookan Nishimoto dicopot. Mengutip Instagram @museasurabaya, Markas Polisi Istimewa selanjutnya dipimpin oleh Inspektur Polisi Tingkat I Mohammad Jasin.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
"Ketika ada intimidasi atau upaya-upaya pengamanan dengan tidak mengedepankan cara edukatif, itu juga harus menjadi perhatian pihak keamanan, misal yang terjadi hari ini di Maluku, di Maluku Utara. Bagaimana seseorang menyampaikan joke, menirukan joke yang pernah disampaikan almarhum presiden Abdurrahman Wahid lalu diperlakukan dengan cara-cara yang mengarah ke intimidatif," ujar Ninik dalam konferensi pers Ombudsman RI pada Kamis (18/6).
Terlebih, Ninik menjelaskan jika tingkat literasi pemahaman masyarakat terhadap aturan keamanan cyber masih rendah, terlebih undang-undang ITE.
"Kita tahu bahwa masyarakat kita ini hanya 50 persen yang paham UU ITE, maka ada situasi bullying ada situasi kecanduan konten negatif, dan atau ketidak pahaman terhadap informasi mana yang joke atau mana yang sebetulnya tindak kriminal," ujar dia.
"Ini jadi tugas pemerintah dan aparat keamanan untuk memberikan penguatan kapasitas kepada masyarakat kita dan juga melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih akomodatif ketimbang cara-cara kekerasan," tambahnya.
Selain itu, dia juga menyoroti sikap kepolisian terkait kebebasan berekspresi masyarakat dan perlindungan yang lambat. Salah satunya mengenai intimidasi dan ancaman yang diterima narasumber serta panitia acara diskusi mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Pihak keamanan harus respon terhadap kasus-kasus seperti ini agar dapat menangkap pihak-pihak yaang melakukan kejahatan seperti ini sehingga situasi lebih kondusif," kata dia.
Alasan Polisi Panggil Ismail
Kapolres Kepulauan Sula, AKBP Muhammad Irfan, membenarkan pihaknya sempat memanggil Ismail untuk dimintai keterangan atas unggahan tersebut. Dikarenakan unggahan itu membawa nama institusi Polri.
"Yang bersangkutan tidak kami tangkap, tapi kami minta keterangannya tentang mens rea atau niat yang bersangkutan mengunggah hal tersebut di Facebook. Karena yang bersangkutan telah membawa nama institusi Polri dan bisa disalahartikan oleh masyarakat luas," kata Irfan saat dikonfirmasi merdeka.com, Rabu (17/6).
Kepada Ismail, lanjut Irfan, sempat ditanyakan maksud dan tujuannya mengunggah kalimat itu di akun Facebook miliknya. Sebab menurutnya, kala itu Gus Dur menyampaikan kalimat itu dalam kapasitasnya sebagai Presiden dengan maksud agar institusi Polri bisa lebih baik.
"Sewaktu Gus Dur mengatakan hal tersebut, posisi beliau sebagai Presiden yang berharap atau dengan maksud polisi dapat lebih baik lagi dengan mencontoh Kapolri Hoegeng. Nah untuk yang bersangkutan maksudnya apa dan dalam kapasitas apa menggugah hal tersebut? Apakah ada yang salah dengan institusi Polri?" jelasnya.
Irfan memastikan tidak melakukan penahanan terhadap Ismail atas unggahannya. Apalagi dalam pertemuan itu, Ismail juga sudah meminta maaf.
"Bisa kita panggil berkaitan mens rea atau niatnya terhadap postingan tersebut dan yang bersangkutan mengatakan minta maaf dan tidak bermaksud untuk menyinggung institusi Polri. Sebagai kita lakukan pers release dan yang bersangkutan kita setelah dimintai keterangannya dipersilakan pulang, karena sudah minta maaf," ungkapnya.
Berkaca pada kasus ini, Irfan mengimbau kepada masyarakat agar bijak dalam menggunakan media sosial. Ia ingin agar masyarakat menggunakan media sosial untuk hal-hal yang baik.
"Kami mengimbau kepada masyarakat agar lebih bijak dalam bermeditasi agar tidak terjadi multitafsir di masyarakat," ujarnya.
(mdk/gil)