Pansus Angket sebut ada pelanggaran HAM, KPK minta bukti
KPK menanggapi temuan pansus angket KPK atas dugaan pelanggaran HAM dan kekerasan fisik yang dilakukan penyidik KPK saat menjalankan tugas. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan dugaan tersebut tidak masuk akal.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi temuan pansus angket KPK atas dugaan pelanggaran HAM dan kekerasan fisik yang dilakukan penyidik KPK saat menjalankan tugas. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan dugaan tersebut tidak masuk akal. Dia mengatakan jika terdapat bukti seharusnya pihak pansus KPK menunjukkan.
"Tuduhan itu tidak masuk akal. Kalau ada bukti lebih baik ditunjukkan atau tempuh jalur hukum," kata Febri ketika dihubungi merdeka.com, Rabu (27/9).
Dia menjelaskan pemeriksaan saksi dan tersangka di KPK dilakukan secara profesional dan mengacu pada hukum acara yang berlaku. Pemeriksaan juga direkam secara audio visual. "Bahkan penggunaan kekerasan tidak akan berguna dalam strategi mengungkap kasus korupsi," tambah dia.
Febri juga mengatakan KPK pernah dituduh menekan Miryam dalam pemeriksaan. Tetapi justru di pengadilan terbukti sebaliknya. "Dalam video pemeriksaan justru saksi sangat rileks," pungkas dia.
Diketahui sebelumnya, Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa mengungkapkan temuan adanya dugaan pelanggaran HAM dan kekerasan fisik yang dilakukan penyidik KPK saat menjalankan tugas. Hal tersebut disampaikan Agus pada laporan sementara hasil pansus pada sidang paripurna DPR.
"Adanya pelanggaran HAM dengan penggunaan kekerasan fisik pada saat melakukan tugas dan kewenangannya untuk menangkap seseorang yang terjadi pada Saudara AAB (Amran Abdullah Batalipu); yakni melebihi dari apa yang seharusnya, misalnya dengan penggunaan senjata api," jelasnya di Ruang Paripurna, Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (26/7).
Dia melanjutkan, KPK juga sering menetapkan seseorang menjadi tersangka dengan jangka waktu yang melebihi batas yang diatur dalam prosedur hukum acara, padahal KPK tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan.
"Sehingga KPK harus benar-benar yakin bahwa seseorang tersebut dapat dijadikan tersangka dengan alat bukti yang cukup kuat untuk dapat dilimpahkan ke persidangan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan," lanjutnya.
Dia juga menyebut, KPK menjadi independen dalam semua hal, seperti dalam Standard Operational Procedure penanganan perkara yang tidak mengacu kepada KUHAP tapi hanya kepada SOP.