Pasca surat MA, muncul sertifikat advokat palsu agar bisa disumpah
"Akibatnya akan banyak advokat abal-abal yang justru akan merugikan para pencari keadilan," kata Shalih.
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menemukan adanya dugaan pemalsuan sertifikat pendidikan khusus profesi advokat (PKPA) yang dilakukan anggota Kongres Advokat Indonesia di Pengadilan Tinggi Kendari ke Polda Sulawesi Tanggara.
"Kami menerima laporan dari DPC Peradi Kendari kalau ada tiga sertifikat PKPA yang diduga palsu dan dilegalisir oleh KAI. Saya langsung melakukan pengecekan di lapangan dan ternyata memang sertifikat yang digunakan tidak teregristrasi di Peradi," kata Ketua Bidang PKPA dan Sertifikasi DPN Peradi Shalih Mangara Sitompul dilansir Antara, Rabu (3/2).
Pemalsuan ini muncul setelah adanya surat Ketua Mahkamah Agung yang memberikan kebebasan Pengadilan Tinggi untuk dapat mengambil sumpah kepada calon advokat dari organisasi manapun yang telah memenuhi syarat. Surat Ketua MA No 73 isinya tentang semua ketua pengadilan tinggi bisa menyumpah advokat yang telah memenuhi syarat tidak memandang organisasinya.
"Akibat surat Ketua MA No 73 ini membuat seorang calon advokat menghalalkan segala cara untuk bisa ikut diambil sumpah oleh Pengadilan Tinggi. Akibatnya akan banyak advokat abal-abal yang justru akan merugikan para pencari keadilan," ucapnya.
Ketua Bidang Pembelaan Organisasi DPN Peradi Heppy SP Sihombing mengaku akan memimpin langsung tim yang melakukan pelaporan terhadap pemalsuan ke Polda Sulawesi Tenggara dalam waktu dekat. Setidaknya ada tiga modus operadi yang dilakukan para pemalsu sertifikat PKPA Peradi. Pertama dengan melakukan 'scanner' atau pemindaian sertifikat atas nama orang lain dan menggantinya dengan nama mereka.
"Pelantikannya ini dilakukan pada 17 November 2015. Syarat sertifikat yang dikeluarkan pada Oktober 2015 yang ditandatangani oleh Ketua Umum Peradi sebelumnya yang dijabat Otto Hasibuan. Padahal sertifikat yang dikeluarkan pada Oktober itu ditandatangi oleh Ketum yang baru Fauzie Yusuf Hasibuan," jelas Heppy.
Selain itu dalam sertifikasi yang diduga palsu tersebut terdapat perbedaan tanggal dikeluarkannya. Dalam sertifikat yang asli dikeluarkan DPN Peradi adalah tanggal 11 Oktober 2015, sedangkan dalam sertifikat yang diduga palsu tertanggal 15 Oktober 2015.
"DPN Peradi selalu melakukan regrestrasi secara ketat setiap sertifikat yang dikeluarkannya baik tanggal, nomor sertifikat semua secara berurutan. Nah sertifikat yang diduga palsu tidak ada nomor regrestrasinya," tambah Heppy.
Lebih lanjut Heppy menjelaskan selain tiga orang yang telah diduga melakukan scanner sertifikat, DPN Peradi juga menemukan adanya tujuh sertifikat palsu lainnya dengan modus operadi yang berbeda.
"Untuk yang tujuh ini mereka tidak pernah mengambil sertifikat kelulusan PKPA di DPN Peradi Slipi karena belum menyelesaikan administrasi sehingga sertifikat yang bersangkutan masih ada dan ditahan di DPN," paparnya.