Pemerintah dinilai panik sebut demo 25 November disinyalir makar
Pemerintah dinilai panik sebut demo 25 November disinyalir makar. Pengamat Hukum dari UI Andri W Kusuma menilai, respons aparat terkait rencana aksi yang dinilai ada kemungkinan makar sangat prematur. Andri mengatakan, negara tengah panik meredam rencana aksi itu.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mencium adanya gerakan makar yang akan menunggangi aksi demo 25 November dan 2 Desember. Tito pun sejak dini menegaskan akan menindak tegas siapapun pendemo yang melanggar hukum dalam upaya penyampaian aspirasi pada demo nanti.
Menanggapi hal itu, Pengamat Hukum dari UI Andri W Kusuma menilai, respons aparat terkait rencana aksi yang dinilai ada kemungkinan makar sangat prematur. Andri mengatakan, negara tengah panik meredam rencana aksi itu.
"Negara panik dalam menghadapi aksi 2 Desember. Buktinya pernyataan yang dilontarkan Kapolri maupun Panglima TNI bahwa aksi itu diduga akan ditunggangi pihak-pihak tertentu, kemungkinan makar, dan sampai melarang aksi tersebut. Apalagi Kapolri terpaksa harus road show ke beberapa pihak dan lain-lain," kata Andri saat dihubungi, Senin (21/11).
Seharusnya, kata Andri, sebagai negara besar aparat negara baik Polri maupun TNI harus siap setiap saat dalam menghadapi dan mengantisipasi segala aksi yang kemungkinan terjadi. Baik itu aksi damai maupun bertentangan dengan hukum dan konstitusi.
Andri menduga, kepanikan dan kegamangan ini disebabkan tidak diberdayakan peran Badan Intelijen Negara (BIN) secara maksimal. Seharusnya, kata dia, implementasi peran BIN harus maksimal karena peran itu sangat penting. BIN seharusnya tidak hanya bergerak masalah terorisme, tapi masalah bangsa ini secara keseluruhan.
"Ini pentingnya penambahan kewenangan pada BIN seperti temporary detention untuk kepentingan introgasi. Karena memang kegiatan utama BIN yaitu melakukan Lid Pam Gal ini harus didukung dengan kewenangan-kewenangan tertentu agar lebih efektif dan efisien," kata Andri.
Sehingga, lanjut dia, tujuan BIN dapat mendeteksi dan mencegah lebih dini bisa dilakukan dengan maksimal. Karena itu, pemerintah harus mendorong agar segera menyelesaikan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme yang sedang digodok di DPR dan menambahkan kewenangan tertentu dan terbatas pada BIN.
"Sehingga ke depannya negara tidak perlu panik dan gamang lagi dalam menghadapi dan mengantisipasi masalah-masalah kemungkinan terjadi ke depan. Utamanya dalam menghadapi aksi 2 Desember agar tidak menimbukan rasa takut di tengah-tengah masyarakat seperti saat ini. Bukan malah menunjukkan rasa panik dan gamang. Sehingga Negara dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal yaitu melindungi segenap rakyat Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, mendapat informasi adanya agenda tersembunyi yang akan dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu saat aksi unjuk rasa pada 25 November nanti. Dari informasi yang diterima, kelompok itu akan menduduki gedung DPR dan MPR untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Info yang kami terima 25 November ada aksi unjuk rasa namun ada upaya-upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuki DPR dan MPR berusaha untuk dalam tanda petik menguasai," kata Tito di Komplek Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/11).
Menurut Tito, Polri dan TNI menganggap informasi adanya agenda tersembunyi dari kelompok tersebut sudah jelas melanggar Undang-undang (UU). Mengingat, tujuan dari kelompok itu ingin menduduki gedung DPR dan MPR termasuk menggulingkan pemerintahan Jokowi.
"Nah aksi ini bagi kami kepolisian dan Panglima secara UU sudah diatur pasal pasal mulai 104 sampai dengan 107 dan lain lain itu adalah perbuatan kalau bermaksud menguasai itu jelas melanggar hukum dan kalau itu bermaksud untuk menjatuhkan atau menggulingkan pemerintah hidup termasuk makar," timpal dia.