Pemotongan dana sertifikasi bikin resah ribuan guru di Samarinda
Para guru menyatakan pemotongan tidak mempunyai dasar hukum. Sedangkan pemerintah beralasan itu buat para guru.
Kalangan guru di Samarinda, Kalimantan Timur, dibikin resah dengan adanya edaran pemotongan dana sertifikasi sebesar lima persen dari setiap guru, oleh Dinas Pendidikan Kota Samarinda. Alasan pemotongan itu di antaranya digunakan buat pembelian komputer jinjing.
Surat edaran itu telah diterima di kalangan guru, khususnya mereka yang telah bersertifikasi. Isinya adalah surat pernyataan kesediaan pemotongan lima persen dari dana sertifikasi tiap guru. Tujuan pemotongan juga tertera, yakni buat pembelian komputer jinjing, pelatihan dan seminar, serta pembelian buku pegangan guru.
"Potongan 5 persen itu untuk apa? Pembelian laptop untuk apa? Nah, yang memotong itu siapa? Tidak jelas. Ini membuat guru-guru resah. Dasar aturannya tidak ada," kata seorang guru perempuan yang juga anggota Dewan Pendidikan Kota Samarinda yang namanya enggan ditulis, kepada merdeka.com, Rabu (17/5).
Guru itu menyebut, saat ini terdapat sekitar 4.000 guru mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan SMK di Samarinda yang sudah bersertifikasi. Sedangkan jumlah guru keseluruhan di Samarinda dari berbagai tingkatan sekitar 40.000 orang.
"Kalau benar potongan 5 persen itu, dikali 4.000 orang guru bersertifikasi, berapa banyaknya? Ini buat resah guru-guru," ujar guru itu.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Asli Nuryadin, saat dikonfirmasi merdeka.com, membenarkan beredarnya surat yang ditandatanganinya itu. Namun dia menampik potongan 5 persen itu adalah pungutan liar.
"Definisi pungutan liar itu seperti apa? Memang benar ada surat itu saya tandatangani. Itu kan juga ditujukan untuk peningkatan kompetensi guru. Agar nanti ke depannya bisa survive," kata Asli.
Menurut Asli, surat itu ditujukan kepada kepala sekolah. Seharusnya, lanjut dia, kepala sekolah yang mestinya menjelaskan ke para guru.
"Kalau ada yang ditanyakan, silakan ke saya, temui kita, jangan ke orang lain. Itu kita minta kesadaran mereka sendiri, para guru. Kalau kita nanti potong-potong saja, nanti kita jadi broker. Kalau versi saya wajib (peryataan persetujuan pemotongan 5 persen diisi), versi mereka terserah mereka. Kita mengimbau, cuma 5 persen. Itu bukan untuk sekolah, bukan untuk saya, itu untuk dia (guru) kok," pungkas Asli.