Pemprov DKI Larangan Perpisahan dan Study Tour, Apa Untung dan Ruginya Bagi Siswa?
Seharusnya dugaan sekolah mencari untuk dari acara study tour juga harus menjadi perhatian.
Seharusnya dugaan sekolah mencari untuk dari acara study tour juga harus menjadi perhatian.
Pemprov DKI Larangan Perpisahan dan Study Tour, Apa Untung dan Ruginya Bagi Siswa?
Kasus kecelakaan maut bus pengangkut pelajar asal Depok di Ciater, Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5) lalu menjadi perhatian luas.
Salah satunya, Dinas Pendidikan DKI Jakarta kembali mengingatkan larangan acara perpisahan dan study tour dilakukan di luar sekolah.
- Rombongan Study Tour SMP 3 Depok Alami Kecelakaan, Ini Penjelasan Pihak Sekolah
- Tak Setuju Study Tour Dilarang, Gibran: Busnya yang Diperketat
- KemenPPPA: Study Tour Hak Anak Peroleh Pendidikan di Luar Kelas
- Pemprov Jabar Imbau Study Tour Sekolah Diperketat, Penambahan Infrastruktur Jalan di Ciater Tunggu Investigasi KNKT
Pengamat Pendidikan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji melihat larangan tersebut bisa memberikan kerugian, khususnya untuk kegiatan study tour.
“Ya kalau melarang itu salah, study tour itu penting. Bagian dari bagaimana kita bisa membawa anak-anak tu merasakan pengalaman yang kontekstual, beda kan kalau lihat di youtube sama langsung,” kata Indra saat dihubungi, Rabu (15/5).
Indra mengatakan seluruh pendidik di dunia pasti melakukan kegiatan study tour. Dengan memberikan pengalaman kepada para peserta didik untuk belajar, tidak hanya di dalam kelas.
“Study tour itu bisa banyak hal tidak harus tempat yang jauh, misalnya jalan ke Ciliwung dari sekolah sama-sama di Jakarta bisa dianggap itu study tour. Karena bisa ada anak yang tidak pernah jalan di pinggir sungai, bagaimana melihat kehidupan di bantaran kali Ciliwung,” jelasnya.
Maka dari itu, Indra mengkritik terkait alasan Dinas Pendidikan Pemprov DKI yang melarang study tour karena persoalan biaya beban ke wali murid tidaklah tepat.
Karena, apabila itu sekolah negeri maka seharusnya bisa ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.
“Kan APBD DKI aja Rp80 triliun (untuk pendidikan), jadi kalau bicara 20% sudah mendekati Rp20 triliun. Kemudian juga termasuk sarana lain yang memang aman buat anak-anak kita. itu yang seharusnya disiapkan pemerintah, bukan melarang,” jelas dia.
Sementara untuk agenda perpisahan, Indra memiliki pandangan kalau kegiatan seremonial seperti itu bukan soal di luar atau dalam sekolah. Melainkan kegiatan itu kerap dijadikan dalih sekolah untuk membuat acara.
Acara yang sering kali dibuat demi seremonial, seharusnya tidak perlu dirayakan. Karena dalam beberapa temuan turut sering membebankan wali murid dengan sejumlah biaya kebutuhan.
“Kalau misalnya bentuknya kaya wisuda, kan banyak tuh kalau sekolah anak pakai wisuda kaya sarjana. Itu mah, gak ada manfaatnya, kembali sering diduga dipakai sekolah mencari duit juga kan,” ujarnya.
“Anak disuruh beli toga, harga Rp100 ribu jadi Rp300 ribu, itukan nyari duit itu gak bener. Intinya gini, satu kalau sekolah negeri itu seharusnya tidak ada pungutan apapun. Apapun alasannya, semua harus dicukupi pemerintah karena itu amanat konstitusi,” tambah Indra.
Polemik Cari Untung
Indra juga menyoroti terkait persoalan acara perpisahan dan study tour diduga menjadi ajang mencari untung sekolah. Kebiasaan itu yang seharusnya dievaluasi dan bisa dicarikan jalan keluar.
“Kalau bicara problematikannya, bukan soal study tournya. Saya bicara oknum, itu melihat study tour sebagai lahan bisnis menjadi komersial, sekolah itu bukan tempat dagang nyari duit buat proyek,” terangnya.
Dengan adanya kasus kecelakaan SMK Lingga asal Depok, seharusnya pemerintah bukan melarangan study tour, tetapi mencari bahan evaluasi untuk mengusut apakah ada niat mencari untung dari pihak sekolah.
“Nah bukan saya menuduh kan masih dalam proses penyidikan. Kan bisa jadi kenapa yang dipilih oleh SMK Lingga ini adalah bus paling murah, karena nilainya untung sana rugi, bukan melihat dari mana yang paling aman yang paling bisa dipercaya buat membawa anak-anak sekian banyak untuk perjalanan jauh,” bebernya.
“Dan akhirnya akan ketemu vendor yang sama-sama cari untung
sebanyak banyaknya, bus nya tidak dirawat, kondisi tidak layak pakai. Dan itu berdampak pada kecelakaan yang sudah
terjadi. Ini kita bicara mainset ya,” sambung Indra.
“Jelaskan garda ada aturan kalau kita bicara, yang dibaca dalam berita bahwa busnya itu belum lulus uji KIR itu kan harusnya tidak layak dipakai. Nah itu bagaimana peran pemerintah misalnya dinas perhubungan atau kemenhub itukan kita bicara demi keselamatan ya,” tuturnya.
Larangan Dinas DKI
Sebelumnya, Dinas Pendidikan DKI Jakarta melarang seluruh satuan pendidikan di Jakarta menggelar acara perpisahan dan study tour dilakukan di luar sekolah.
Hal ini menjadi penegasan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan (Disdik) usai peristiwa kecelakaan maut bus pengangkut pelajar asal Depok di Ciater, Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5) malam.
"Jadi perpisahan dan study tour tidak ke mana-mana, hanya di lingkungan sekolah masing-masing menggunakan fasilitas yang ada saja," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik DKI Jakarta Purwosusilo saat dihubungi di Jakarta, Selasa (14/5), demikian dikutip Antara
Disdik DKI Jakarta juga telah mengeluarkan surat edaran (SE) sejak 30 April 2024. Dalam Surat Edaran Nomor e-0017/SE/2024 itu dijelaskan bahwa kegiatan perpisahan hanya boleh dilaksanakan di lingkungan sekolah.
Menurut Purwosusilo, jika perpisahan atau kegiatan jalan-jalan dilakukan di luar sekolah, maka memberatkan sebagian orang tua siswa dan menimbulkan risiko yang lebih tinggi.
"Jadi kalau mengadakan di luar sekolah itu memberatkan dari segi biaya dan juga berisiko," ujar Purwosusilo.
Selain itu, Purwosusilo mengaku banyak menerima pengaduan dari orang tua murid terkait satuan pendidikan yang masih tetap mengadakan kegiatan perpisahan ataupun jalan-jalan di luar lingkungan sekolah.
"Sudah banyak yang mengadukan dan kami sudah tindaklanjuti untuk dibatalkan atau diadakan di sekolah. Semua kami tindaklajuti dengan memanggil kepala sekolahnya," kata Purwosusilo.
"Suku Dinas Pendidikan di wilayah masing-masing juga melakukan monitoring. Kami persuasif, dari awal tindakan persuasif kami lakukan, mulai dari tidak ada tabungan untuk kegiatan akhir tahun dan sebagainya," kata Purwosusilo.