Penyebar Hoaks Bisa Dijerat UU Terorisme Jika Terkait Jaringan Teroris
Penyebar Hoaks Bisa Dijerat UU Terorisme Jika Terkait Jaringan Teroris. Menurut dia, penyebar hoaks bisa saja dijerat dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme.
Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto yang akan menindak penyebar hoaks dengan UU Terorisme menjadi sorotan. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, ada dua pendekatan yang dilakukan kepolisian dalam menangani perkara penyebaran hoaks.
Menurut dia, penyebar hoaks bisa saja dijerat dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
-
Siapa yang dipolisikan terkait dugaan penyebaran hoaks? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Mengapa video di Youtube yang menampilkan Erick Thohir dan DPR RI dikatakan Hoaks? Dari awal hingga akhir video tidak ada pembahasan soal Erick Thohir dan DPR sepakat untuk membongkar kasus-kasus dari Presiden jOkowi. Sehingga narasi tersebut adalah hoaks dan tidak dapat dibuktikan.
-
Apa yang dilakukan Polresta Pekanbaru untuk mencegah penyebaran hoaks? Polresta Pekanbaru mengambil langkah inovatif dengan melibatkan admin media sosial publik dalam upaya mencegah hoaks dan isu sara selama Pemilu 2024.
-
Bagaimana cara mengecek kebenaran berita hoaks tersebut? Penelusuran Mula-mula dilakukan dengan memasukkan kata kunci "Menteri Amerika klaim: Kominfo Indonesia sangat bodoh, Databesa Negaranya dihacker tidak tau, karena terlalu sibuk ngurus Palestina" di situs Liputan6.com.Hasilnya tidak ditemukan artikel dengan judul yang sama.
"Pertama bahwa penyebar hoaks dapat dikenakan UU Nomor 5 Tahun 2018 karena sesuai Pasal 1 huruf 1 ada unsurnya adalah ancaman kekerasan atau menimbulkan suasana teror dan rasa takut secara meluas," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Dedi menjelaskan, penyidik tentu lebih dulu akan menggali latar belakang pelaku dan mens rea pada perbuatannya tersebut. Jika pelaku terkait dalam jaringan teroris, maka polisi bisa menjeratnya menggunakan UU 5/2018.
"Mens rea atau unsur kesengajaannya untuk membuat rasa cemas, rasa takut, dan tentu intimidasi psikologis, itu bisa dikenakan Pasal 6 UU 5 Tahun 2018, apabila pelaku memiliki atau masuk dalam jaringan terorisme. Itu perlu pendalaman dan memeriksa saksi ahli untuk menguatkan konstruksi hukumnya," ucapnya menjelaskan.
"Kemudian bisa diterapkan juga Pasal 43A (UU 5/2018) upaya pencegahan untuk memitigasi berita narasi, foto, atau video yang sengaja diviralkan kelompok tertentu," sambungnya.
Polisi akan menggunakan perspektif penegakan hukum lain apabila dalam proses pembuktiannya pelaku tidak terbukti terkait dengan jaringan terorisme. Maka polisi akan menggunakan UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE atau UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Apabila pelaku adalah masyarakat biasa dan unsur mens rea-nya boleh dikatakan dalam tanda kutip baru pertama kali menyebarkan berita, narasi, foto, video yang sifatnya hoaks, maka diterapkan UU ITE Pasal 27 Pasal 45," kata Dedi.
"Dan juga bisa diterapkan kalau buat gaduh, UU Nomor 1 Tahun 1946 Pasalnya 14, 15. Jadi proses penegakan hukumnya sangat tergantung dari hasil analisa dan secara komprehensif dilakukan oleh penyidik berdasarkan fakta hukum," ucapnya menambahkan.
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menegaskan, penerapan UU Terorisme bisa diterapkan kepada kasus penyebaran hoaks apabila pelaku terkait dalam jaringan teroris.
"Kalau bukan jaringan terorisme tidak dikenakan UU Terorisme. Secara spesifik seperti itu, tapi tergantung kontruksi dan fakta hukum. Penyidik Polri sudah 20 tahun menangani terorisme. Saya yakin penyidik profesional karena sudah berpengalaman panjang menangani terorisme," ujar Dedi.
Reporter: Nafiysul Qodar
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Wiranto Wacanakan Penyebar Hoaks Dijerat UU Terorisme
Polda Sumut Tangkap Penyebar Video Hoaks Surat Suara Tercoblos
Ma'ruf Amin Yakin Orang Madura Tak Akan Terpengaruh Berita Bohong
Ratna Sarumpaet Ungkap Fahri Hamzah Tawarkan Diri Jadi Saksi Meringankan
Eksepsi Ditolak, Ratna Bilang 'Ya Enggak Terima, Tapi yang Punya Palu Bukan Saya'
Sidang Putusan Sela, Ratna Sarumpaet Pasrah Pada Keputusan Hakim