Perang suku di Mimika, 570 warga mengungsi ke Kabupaten Jayapura
Korban tewas dalam bentrokan itu mencapai tiga orang.
Pertikaian berdarah antarkelompok sudah sepekan terjadi di Kampung Jile Jale SP III, Kwamki Narama, Kabupaten Mimika, Papua. Akibatnya, 570 warga setempat mengungsi ke Kabupaten Jayapura.
Ratusan warga atau pengungsi dari Kwamki Narama itu kini ditampung di lapangan asrama Toli, Palomo, Sentani, Kabupaten Jayapura dengan mendirikan tenda darurat.
Salah satu tokoh masyarakat sekaligus pengungsi, Jhony Wonda, menyatakan 570 warga yang mengungsi itu terdiri dari 250 kepala keluarga dan 320 anak-anak.
"Kami berangkat dari Mimika secara bertahap, dari Selasa (26/7) dan hari ini dengan menggunakan pesawat Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia. Dan dalam akhir pekan ini akan ada lagi yang tiba di Jayapura," kata Jhony di Jayapura, Kamis (28/7).
Menurut Jhony, ratusan pengungsi itu merupakan warga jemaat GIDI dari lima gereja yang ada di Kwamki Narama. Mereka memang sengaja menghindari pertikaian antarkelompok.
"Kami berangkat ke Jayapura dengan menggunakan biaya sendiri, tanpa ada bantuan pemerintah. Kami juga butuh perhatian dari pemerintah daerah sini dan pemangku kepentingan terkait nasib kami," ujar Jhony, seperti dilansir dari Antara.
Dandim 1710/Mimika, Letkol Inf Windarto, menyatakan konflik di Kwamki Narama perlu mendapatkan perhatian serius karena sudah menjurus kepada konflik yang lebih luas. Dia beserta Forkompimda dan perwakilan tokoh masyarakat bertikai menggelar pertemuan kembali, guna mencari solusi penyelesaian masalah.
"Pertemuan itu dilaksanakan di Hotel Rimba Papua, Timika, Kabupaten Mimika, pada Rabu (27/7), untuk melanjutkan rangkaian upaya perdamaian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan bahasan upaya perdamaian dengan pihak kubu di bawah pimpinan Atimus Komangal secara adat," kata Windarto saat dihubungi melalui telepon seluler.
Buat mengantisipasi hal itu, Kodim 1710/Mimika meminta seluruh pemangku kepentingan menyelesaikan permasalahan melalui jalur perdamaian.
"Harapan kami kejadian itu dapat segera dicarikan jalan keluar yang terbaik sehingga ke depan tidak akan terulang kejadian yang sama," ucap Windarto.
Dalam pertemuan dihadiri Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Watterpauw, dan Danrem 174/ATW, Kolonel Inf Asep Setiawan, menghasilkan sejumlah kesepakatan. Yaitu tiga korban atau jenazah dari Kampung Tunas Matoa Ili Ale yang meninggal saat penyerangan pada 25 Juli lalu, akan dikremasi (dibakar) hari ini, sembari menunggu kedatangan Atimus Komangal.
Lalu, kesepakatan berikutnya adalah Paulus memberikan batas waktu penyelesaian kasus pertikaian hingga hari ini. Jika tidak ada, maka polisi akan bertindak.
"Untuk keputusan ketiga, Bupati Puncak siap menanggung biaya kepala korban dari Suku Dani dan memberikan bantuan sebesar Rp 150 juta kepada kelompok Atimus Komangal, Hosea Ongomang, dan Eska Kogoya. Dan pertemuan masih akan dilakukan untuk mencari titik temu dan kesepakatan bersama sehingga pertikaian dapat diselesaikan dengan cepat," kata Paulus.