Petahana wajib cuti saat Pilkada untuk mengantisipasi kecurangan
Jika petahana tetap memegang kendali pemerintah daerah, dikhawatirkan terjadi penyelewengan jabatan.
Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta petahana yang ingin kembali maju dalam Pilkada serentak 2017 untuk tetap melakukan cuti selama kampanye. Ini sesuai dengan Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, pemerintah telah mengantisipasi adanya kekosongan kepemimpinan. Bahkan solusi untuk menjaga kestabilan pemerintahan telah ada mekanismenya.
Dengan demikian, petahana tidak memiliki alasan akan adanya kemandekan dalam pemerintahan daerah kala mereka cuti.
Widodo menjelaskan keharusan cuti ini untuk mengantisipasi adanya kecurangan yang dilakukan petahana dalam membuat kebijakan atau mengubah anggaran negara. Sehingga terjadi kecurangan dibandingkan calon kepala daerah lainnya.
"Petahana secara empiris memiliki keuntungan di banding calon lain. Setidaknya, petahana memiliki kebijakan mengarahkan alokasi anggaran dengan motif keuntungan pribadi dengan memenangkan Pilkada. Dalam praktiknya, petahana menarik simpati dengan dana bansos. Dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi di daerah pencalonan," katanya mewakili pandangan Presiden Jokowi dari Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menkum HAM Yasonna Laoly dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Senin (5/9).
Dia menambahkan, petahana memiliki fasilitas dan tunjangan yang melekat, tidak terlepas petahana maju. Hal ini secara tidak langsung bisa meningkatkan tingkat keterpilihan dalam pilkada.
"Petahana punya program yang bisa diarahkan guna untuk memobilisasi pendukungnya yang kampanye dengan kamuflase, menjadi beberapa program pemerintah, misal pertemuan PKK, raker, apel, pembangunan dan lain-lain," terangnya.
"Petahana punya akses besar untuk memobilisasi PNS untuk memberikan dukungan bagi dirinya. Hingga banyak praktik promosi, mutasi, dengan cara yang tidak prosedural," tambah Widodo.