PNS dan Ibu Rumah Tangga Diperiksa KPK atas Tersangka Rahmat Effendi
Sebelumnya pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka terkait kasus dugaan korupsi itu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, untuk tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi (RE).
Mereka adalah Hasanudin Jafar H. selaku PNS dan seorang ibu rumah tangga, yakni Ety Heryati.
-
Kapan Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kenapa Bupati Labuhanbatu ditangkap oleh KPK? KPK telah menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Kapan KPK menahan Bupati Labuhanbatu? Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejumlah uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
-
Mengapa kantor Wali Kota Semarang digeledah oleh KPK? Asep menyebut bahwa penggeledahan dilakukan setelah tim penyidik menemukan adanya kasus korupsi pengadaan hingga pemerasan di lingkungan Pemkot Semarang.
-
Siapa Wali Kota Semarang yang kantornya digeledah oleh KPK? Pada Rabu (17/7), tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di Kantor Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.
"Hari ini, dua orang saksi diperiksa untuk tersangka RE," ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (15/2).
Sebelumnya pada Kamis (6/1), KPK menetapkan total sembilan tersangka terkait kasus dugaan korupsi itu.
Sebagai penerima suap, yaitu Effendi, Sekretaris DPMPTSP, M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari, Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna, Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi, Jumhana Lutfi (JL).
Lalu, pemberi suap, yakni Direktur PT ME, Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin (MS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek itu, Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Lalu sebagai bentuk komitmen, Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi Pemerintag Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.
Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Lutfi dan Wahyudin.
Tidak hanya itu, Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Effendi yang dikelola Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui Bunyamin.
(mdk/ded)