Pocut Meurah, pejuang Aceh lawan pasukan elite Belanda sendirian
Lahir sebagai bangsawa tak membuatnya menyerah begitu saja terhadap Belanda. Ini kisahnya.
Memasuki abad ke-21, Belanda hampir menguasai seluruh Indonesia. Namun, ada satu daerah yang masuk ke dalam bidikan mereka namun belum juga berhasil ditaklukkan, yaitu Aceh. Provinsi paling Barat Indonesia ini termasuk yang paling sulit dibuat tunduk, pelbagai perlawanan terus berlangsung, bahkan para bangsawan tak rela tanah kelahirannya jatuh ke tangan penjajah.
Di antara para pejuang, ada satu wanita yang sangat disegani oleh balatentara Belanda. Dia adalah Pocut Meurah Intan. Keberaniannya sampai membuat seorang komandan militer Belanda dari Jawa merasa kagum dan menghormatinya sebagai seorang pejuang.
"Katakan kepadanya bahwa saya merasa sangat kagum kepadanya," ucap Kolonel Scheur kepada anak buahnya Letnan Veltman, demikian dikutip instagram MataPadi, Rabu (8/6).
Pocut Meurah Intan terlahir dari keluarga bangsawan Aceh. Ayahnya bernama Keujruen Biheue. Sedangkan panggilan Pocut Meurah merupakan nama khusus bagi wanita keturunan keluarga Sultan Aceh, terkadang dia juga dipanggil dengan nama tempat kelahirannya.
Sedangkan suaminya Tuanku Abdul Majid, seorang anggota keluarga Sultan Aceh. Karena sikapnya terhadap Belanda membuat penulis dari negeri tersebut menjulukinya sebagai perompak laut, pengganggu keamanan kapal-kapal yang lewat di perairan wilayahnya. Sebutan ini tak lepas dari profesi Tuanku Abdul Majid sebagai pejabat kesultanan yang ditugaskan untuk mengutip bea cukai di Pelabuhan Kuala Batee.
Semula, Pocut Meurah Intan mengikuti jejak sang suami untuk melawan Belanda, kemudian diikuti ketiga putranya Tuanku Muhammad, Tuanku Budiman dan Tuanku Nurdin. Kiprahnya memimpin para pejuang Aceh menjadikan dirinya sebagai sosok yang paling dihormati rakyatnya, bahkan Belanda.
Setelah bertahun-tahun berjuang, Pocut Meurah Intan akhirnya tertangkap oleh pasukan elite Belanda, Marechaussee atau dikenal dengan nama Marsose. Meski menerjunkan 18 prajurit untuk menangkapnya, namun hal itu bukanlah tugas yang mudah. Pasukan pemburu dan kontra gerilya tersebut sampai berjibaku melawannya.
Pocut Meurah Intan tetap menunjukkan keberaniannya menghadapi 18 orang pria yang ingin membekuknya. Bersenjatakan rencong, dia menyabet satu per satu prajurit Belanda. Meski dia sendiri terluka parah dalam serangan itu hingga tak bisa lagi mengayunkan senjatanya.
Mengetahui musuhnya terluka parah, sang komandan, Letnan Veltman berusaha menolongnya. Tapi Pocut Meurah Intan menolak. Muncul rasa kagum atas keberanian wanita itu, hingga dia menjulukinya 'Heldhafting' yang berarti 'yang gagah berani'.
Meski beberapa kali menolak pertolongan Belanda, akhirnya dia dirawat dan seluruh lukanya diobati. Bahkan, komandan militer Belanda sampai mendatanginya dan memberikan penghormatan layaknya prajurit yang berjuang di medan pertempuran.
Setelah tertangkap, ia dibuang di Blora, Jawa Tengah. Hingga akhirnya beliau meninggal pada tahun 1937. Masyarakat Blora mengenalnya sebagai 'Mbah Tjut'.
Baca juga:
Wartawati pertama di Tanah Sumatera
Hikayat Amai Setia dan kemandirian perempuan Minang
Pejuang perempuan dari Kabupaten Agam
Roehana Koddoes, fajar terang dari Tanah Minang
-
Apa yang dilakukan di Aceh saat Meugang? Mereka pastinya tidak ketinggalan untuk melaksanakan Meugang bersama keluarga, kerabat, bahkan yatim piatu. Tak hanya itu, hampir seluruh daerah Aceh menggelar tradisi tersebut sehingga sudah mengakar dalam masyarakatnya.
-
Siapa Abu Bakar Aceh? Abu Bakar Aceh, seorang tokoh intelektual tersohor asal Aceh yang telah melahirkan banyak karya di bidang keagamaan, filsafat, dan kebudayaan.
-
Mengapa Songket Nyakmu menjadi warisan turun temurun di Aceh? Usaha tersebut sudah diwariskan dari generasi ke generasi. Hal ini dikarenakan menenun merupakan salah satu unsur budaya asli dari Aceh.
-
Kapan cengkih menjadi komoditas unggulan di Aceh? Komoditas cengkih pernah berjaya dan menjadi komoditas unggulan di Aceh pada era 1980-an.
-
Dimana lokasi petani di Aceh yang sedang panen cengkih? Seorang petani menunjukkan segenggam cengkih atau cengkeh yang telah dipetik setelah panen di sebuah hutan di Lhoknga, Aceh, pada 30 Januari 2024.
-
Kenapa Peusijuek dilakukan oleh masyarakat Aceh? Tradisi Peusijuek ini selalu hadir ketika masyarakat akan merintis suatu usaha, menyelesaikan persengketaan, hingga sesudah dari musibah. Selain itu, Peusijuek juga dilakukan saat menempati rumah baru, merayakan kelulusan, memberangkatkan dan menyambut kedatangan jemaah haji.