Polemik Gelang Berchip Bagi Pasien Karantina
Menurutnya, pemerintah sebenarnya telah membangun satu sistem untuk menopang upaya tracking seperti penggunaan aplikasi Pedulilindungi. Adanya rencana gelang berchip, ia kembali menekankan bahwa langkah tersebut cukup berlebihan.
Pengamat kebijakan publik, Riant Nugroho menilai, rencana pemakaian gelang berchip kepada orang yang menjalani karantina terlalu berlebihan. Alokasi anggaran untuk pengadaan gelang tersebut berpotensi diselewengkan.
"Kebijakan berlebihan, berpotensi diselewengkan, dan terjadi pemborosan uang rakyat yang dikuasakan pada negara. Tidak perlu dilakukan," katanya kepada merdeka.com, Senin (17/1).
-
Kenapa Raden Adipati Djojoadiningrat berani melamar Kartini? Karena gagasannya ini, pada awal abad ke-20 Kartini mampu mendirikan sekolah perempuan pertama di rumahnya yang berada di Kabupaten Rembang untuk memberdayakan perempuan sehingga bisa membaca, berhitung, dan menulis.
-
Siapa Kartini Hermanus? Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Raden Ayu Kartini Hermanus merupakan sosok yang patut diperhitungkan dalam sejarah militer Indonesia. Ia memegang predikat sebagai jenderal wanita pertama di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, sebuah prestasi yang mengilhami banyak wanita di tanah air.
-
Apa itu karmin? Karmin adalah bahan pewarna merah tua yang dihasilkan dari serangga dari keluarga Coccidae.
-
Apa yang menjadi ciri khas kerajinan di daerah Karet Tengsin? Di wilayah Karet Tengsin, kerajinan yang jadi andalan adalah industri kulit dan batik Betawi.Perkembangannya mulai melesat pada 1950-an, dan ditandai dengan tingginya permintaan pasar dan hadirnya berbagai motif.
-
Kapan Alimin bin Prawirodirjo lahir? Lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tahun 1889, pria yang kerap disapa Alimin ini terlahir dari kalangan keluarga miskin.
-
Kenapa Inul Daratista menyelonjorkan kakinya? Ia mengaku menyelonjorkan kaki karena kakinya kesemutan.
Menurutnya, pemerintah sebenarnya telah membangun satu sistem untuk menopang upaya tracking seperti penggunaan aplikasi Pedulilindungi. Adanya rencana gelang berchip, ia kembali menekankan bahwa langkah tersebut cukup berlebihan.
"Tidak perlu, berlebihan," pungkasnya.
Sementara, Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia Dicky Budiman mengatakan, langkah tersebut turut menjadi penolong lantaran tingkat testing di Indonesia sudah mulai menurun.
Dicky menuturkan, ada banyak kemungkinan penyebab tingkat testing dan tracking terhadap kontak erat mulai menurun. Dan itu tidak hanya terjadi di Indonesia, seluruh dunia dikatakan Dicky mengalami hal sama.
"Ya, bisa membantu, karena mungkin sekarang banyak negara kapasitas testingnya menurun dibandingkan saat Delta," katanya kepada merdeka.com, Minggu (16/1).
Untuk itu, kata Dicky, dengan adanya pemakaian gelang dengan tertanam chip di dalamnya, pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kapasitas tracking terhadap kontak erat. Khususnya di tengah penularan virus varian Omicron.
"Omicron jauh lebih banyak kasus infeksinya. Sehingga membutuhkan upaya masif testing dan tracking," pungkasnya.
Dia berujar, untuk pemakaian gelang berchip itu sebaiknya hanya dilakukan di lokasi isolasi atau karantina. Setelah orang tersebut telah selesai menjalani masa karantina gelang sebaiknya dilepas.
"Sama seperti di rumah sakit kan? Dipakaikan gelang setelah pulang ke rumah ya lepas saja," ucapnya.
Pihak Satgas masih belum menjelaskan mengenai rencana gelang berchip tersebut.
Sebelumnya, Kepala Sub Bidang Tracing Satgas Penanganan Covid-19 Koesmedi Priharto mengungkapkan, pihaknya tengah mengkaji rencana penggunaan gelang chip untuk orang yang sedang karantina. Gelang dengan chip itu nantinya bakal memantau pergerakan orang yang sedang karantina dari jarak jauh.
"Ini sedang kita coba cari ya, apakah mungkin pasien karantina diberikan gelang. Kemudian, kita bisa memonitor dengan chip yang ditaruh di sana. Orang ada di mana, posisinya seperti apa, kan kita bisa lihat dari kondisi itu karena teknologi sangat memungkinkan saat ini" kata Koesmedi dalam diskusi polemik MNC trijaya 'bersiap hadapi gelombang Omicron', Sabtu (15/1).
Menurutnya, aplikasi PeduliLindungi tak bisa selalu mendeteksi keberadaan orang yang sedang karantina. Berbeda dengan menggunakan teknologi chip.
"Kalau PeduliLindungi kan ditaruh di handphone, kan kalau di handphone bisa ditinggal sama dia. Kemudian, dia pergi ke mana-mana kita tidak bisa monitor dia. Berbeda dengan chip, dipasang di badan orang itu sendiri," ujarnya.
Dia mengatakan, bahwa Satgas ingin mencari cara agar orang yang dikarantina bisa menerima dengan baik. Sebab, selalu ada masalah dengan orang yang sedang menjalani karantina.
"Kita harus mulai mencari model, artinya model apa sih yang bisa kita lakukan supaya karantina itu bisa diterima dengan enak, kita pun petugas bisa memonitor dengan baik," katanya.
(mdk/fik)