Polisi beri ruang mediasi Pemred Jakpost dengan pelapor
Rikwanto mengatakan, pihaknya akan mengedepankan Undang-undang Pers dalam menangani kasus yang menimpa media ini.
Penyidik Polda Metro Jaya memberikan ruang mediasi antara pelapor Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubaligh Jakarta Edy Mulyadi dengan Pemred The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama.
"Dari penyidik tetep memberikan ruang kepada yang bersengketa pelapor dan terlapor untuk melakukan mediasi," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (12/12).
Rikwanto mengatakan, pihaknya akan mengedepankan Undang-undang Pers dalam menangani kasus yang menimpa media ini.
"Di situ ada keterangan melanggar Kode Etik Jurnalistik pasal 8. Itu juga digunakan, memang Undang-undang Pers yang didahulukan," ujarnya.
Rikwanto mengatakan, Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubaligh Jakarta Edy Mulyadi merasa dirugikan oleh koran yang berbahasa Inggris itu.
"Penyidikan berjalan karena memang ada pelapor. Pelapor yang dirugikan dan unsur-unsur pasal yang dituduhkan masuk pasal 156a. Kemudian Undang-undang Pers juga dikedepankan," terangnya.
Lebih lanjut, ujar dia, Dewan Pers bisa menjadi penengah dalam mediasi antara pelapor Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubaligh Jakarta Edy Mulyadi.
"Mungkin bisa dijadikan atau didapatkan jalan keluar terhadap sengketa yang ada. Ya ada ruang, silakan aja diberikan ruang. Bisa juga dari Dewan Pers menjadi penengah. Itu bisa saja. Karena UU Pers juga kita kedepankan," sebutnya.
"Kita hargai kalau memang ada penyelesaian kita hargai, kalau memang pada akhirnya tidak ada tuntutan kita hargai," imbuhnya.
Seperti diketahui, The Jakarta Post edisi terbitan 3 Juli 2014 memuat kartun yang mencantumkan tulisan Arab "La ilaha illallah" yang berarti "Tidak ada Tuhan selain Allah" pada sebuah gambar tengkorak khas bajak laut. Terkait hal itu, Meidyatama dijerat Pasal 156 ayat (a) KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman hukuman penjara lima tahun.