Potret Desa di Jambi 30 Tahun Tanpa Internet, Warga Harus Tempuh 12 KM untuk Online
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Provinsi Jambi belum merata. Desa Rantau kermas contohnya.
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Provinsi Jambi belum merata.
Potret Desa di Jambi 30 Tahun Tanpa Internet, Warga Harus Tempuh 12 KM untuk Online
Potret Desa di Jambi 30 Tahun Tanpa Internet, Warga Harus Jalan 12 KM untuk Online
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Jambi belum merata. Desa Rantau kermas contohnya. 30 tahun sejak desa itu resmi berdiri, warga sampai saat ini belum bisa menikmati internet. Rantau Kermas berada di Kabupaten Merangin. Menjadi pembatas dengan Bengkulu. Jumlah penduduk di sana 535 jiwa. Wisata unggulan desa ada danau, hutan adat serta air terjun.
- Vidio Raih Penghargaan Indonesia Best Digital Innovation IDES 2023
- Pangkas Kesenjangan Digital, 1.000 Lokasi di Indonesia Timur Bakal Kebagian Internet Berbasis Satelit
- Komitmen Kurangi Kesenjangan Digital, Telkomsat Targetkan Layani 1.000 Lokasi di Indonesia Timur
- Platform Ini Bisa Bantu Pekerja Bebas Utang Pinjol, Begini Cara Kerjanya
Perjalanan ke Desa Rantau Kermas dari Kota Jambi memakan waktu 10 jam, dengan medan terjal termasuk melewati perbukitan, lembah dan gunung Masurai. Akses menuju desa bisa ditempuh menggunakan motor dan mobil.
"Jika ada akses internet kan lebih enak masyarakat, karena di sini masyarakat semua petani, untuk melihat harga kan melalui internet"
kata Sekretaris Desa Yudi Irmawan saat ditemui di Desa Rantau Kermas, Senin (24/7).
merdeka.com
Menurut dia, untuk pengajuan tower jaringan internet sudah dilakukan sejak dua tahun lalu, bahkan ada tim yang survei untuk lokasi pemasangan. Namun belum ada perkembangan. "Masyarakat kami sangat membutuhkan jaringan sinyal internet, harapan kami selaku aparat desa dan menyampaikan keluhannya masyarakat yang mana bisa mendapatkan satu tiang tower supaya kita bisa mendapatkan akses jaringan," ujarnya. Selama ini, warga yang ingin mengakses internet harus menempuh perjalanan sejauh 12 kilometer agar dapat menjangkau jaringan internet.
"Itu yang kami rasakan, jika mau baca informasi di internet keluar lagi, padahal kalau ada internet sangat membantu sekali untuk masyarakat kami," ujar dia.
Dia membayangkan suatu saat apabila internet sudah menjangkau. Tentu kemajuan desa bisa cepat. Promosi wisata unggulan desa bisa tersiar semakin luas.
"Itu kan butuh akses internet untuk menyebarluaskan informasi ekowisata desa kami, dan ada juga yang ingin berkunjung ke sini tapi tidak bisa komunikasi dengan kami. Serta ada juga yang memesan kopi serampas itu bisa tiga hari baru tahu ada yang mesan," jelasnya.
"Kami harap pemerintah mendengar keluhan kami yang mana akses jaringan internet sangat kami butuhkan karena sudah 30 tahun Desa kami belum mendapatkan akses jaringan internet," imbuhnya.
Hal serupa dikatakan Rini Andini (31), pengolahan kopi serampas dari Badan Usaha Milik Desa (BUMdes). Dia kesulitan menjual hasil perkebunan dikarenakan faktor jaringan internet.
"Ada yang lalu ada yang pesan kopi sekitar 1 pekol (100 kg) dan kami tahunya 4 hari karena baru dapat sinyal, sehingga tidak jadi pembelinya," beber Rini.
Menurut dia, kopi serampas dari Desa Rantau Kermas memiliki rasa agak asam, manis dan ada rasa coklat. Kata dia, itu karena kontur tanah serta pohon kopi berdampingan dengan pohon kayu manis. "Itu sebabnya kopi serampas ada ciri khas tersendiri," ujarnya. Sedangkan untuk harga yang dijual baik dari green bean itu setengah kilogram Rp25 ribu, dan yang sudah menjadi kopi untuk ukuran 250 gram Rp40 ribu, dan 100 gram Rp25 ribu.
Selama ini petani lebih mengandalkan penjualan melalui secara konvensional, mulut ke mulut. Terkadang juga pemuda desa berangkat ke luar desa sambil membawa contoh kopi untuk dipasarkan di minimarket dan sejumlah lapak.
"Kalau kopi serampas ini kita jual ke Jambi dan pernah dibawa oleh NGO Warsi ke Jakarta untuk di promosikan," jelasnya.
Rini menjelaskan bahwa dalam satu bulan pernah ada yang pesan satu ton grean bean. "Kita dalam satu bulan itu kopi sudah jadi ukuran 250 gram bisa mencapai 500 bungkus," jelasnya. Soal alat produksi kopi, BUMdes memiliki lengkap meliputi tempat pengeringan biji kopi, alat pengupas kulit, pemanggang kopi dan alat penggiling. "Itu semua ada di sini peralatan untuk mengolah kopi. Namun, penjualan secara online tidak dimungkinkan karena ketiadaan tower jaringan di desa tersebut," tutupnya.