PPP desak DPR segera gelar rapat bahas peninjauan bebas visa
PPP desak DPR segera gelar rapat bahas peninjauan bebas visa. Sekretaris Jenderal PPP mengusulkan agar Komisi I dan Komisi III menggelar rapat gabungan bersama Menko Polhukam untuk meninjau kembali kebijakan bebas visa bagi China. Apalagi, Indonesia tidak mendapat timbal balik dari negara itu.
Sekretaris Jenderal PPP mengusulkan agar Komisi I dan Komisi III menggelar rapat gabungan bersama Menko Polhukam dan kementerian terkait untuk meninjau kembali kebijakan bebas visa. Pasalnya, kebijakan ini rawan disalahgunakan warga asing untuk bekerja di Indonesia.
"PPP sendiri akan mengusulkan ada rapat gabungan lagi antara komisi I dan III dengan Menko Polhukam dan jajaran para menteri," kata Arsul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/12).
Secara pribadi, Arsul setuju agar ketentuan bebas visa ditinjau ulang. Menurutnya, kesepakatan bebas visa tidak menimbulkan timbal balik ke Indonesia. Contohnya, warga negara Indonesia tidak masuk list bebas visa di negara China.
"Kalau saya pribadi berpendapat bebas visa untuk wisatawan china harus ditinjau kembali, alasan saya legal saja. China sendiri setelah dibebaskan visanya tidak resiprokal atau timbal balik. Kalau kita pergi ke Hongkong, China memberikan bebas visa 72 jam, indonesia tidak termasuk dalam list bebas visa itu. Nah kalau fraksi PPP khusus untuk China harus ditinjau kembali, khususnya yang prinsip resiprokal tidak berjalan," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis mengatakan pihaknya telah menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Presiden Joko Widodo untuk meninjau kembali kebijakan bebas visa. Usulan ini menyikapi maraknya buruh asing ilegal asal China di Indonesia.
"Beberapa raker komisi I dengan Menlu kami sudah sampaikan untuk sampaikan ke presiden dan kementerian terkait untuk tinjau ulang bebas visa karena semua bebas visa meskipun itu di komisi III imigrasi," kata Abdul saat dihubungi, Jumat (23/12).
Abdul menilai aktivitas buruh ilegal asal China itu menyebabkan kerugian bagi Indonesia. Semisal, tidak adanya penerimaan pajak karena tidak terdaftar untuk bekerja di Indonesia.
"Kemenlu kan terkait, penerimaan bukan pajak jadi enggak ada. Kedutaan kita di sana enggak ada dari visa. Yang paling dirugikan Kemenlu," jelasnya.