Profil Saldi Isra dan Arief Hidayat, Hakim MK yang Bongkar Keganjilan Putusan Kepala Daerah Bisa Maju Pilpres
Saldi Isra dan Arief Hidayat merupakan dua dari empat hakim yang beda pendapat soal putusan kepala daerah di bawah usia 40 tahun bisa maju Pilpres.
Saldi Isra dan Arief Hidayat merupakan dua dari empat hakim yang beda pendapat soal putusan kepala daerah di bawah usia 40 tahun bisa maju Pilpres.
Profil Saldi Isra dan Arief Hidayat, Hakim MK yang Bongkar Keganjilan Putusan Kepala Daerah Bisa Maju Pilpres
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diajukan seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
- Sidang MKMK Putuskan Saldi Isra Tak Langgar Etik Terkait Dissenting Opinion Putusan Batas Usia Capres dan Cawapres
- FOTO: Gaya Santai Hakim Saldi Isra Diperiksa MKMK, Acungkan Jempol dan Tertawa soal 'Mahkamah Keluarga'
- Kala Hakim Saldi Isra Singgung Nama Gibran di Sidang Putusan Terkait Usia Capres-Cawapres
- Soal Putusan Usia Capres/Cawapres, Saldi Isra Bingung Hakim MK Sekelebat Berubah Pendirian dan Sikap
Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.
Putusan Mahkamah itu diwarnai pendapat berbeda atau dissenting opinion dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Dalam pendapatnya, Saldi Isra mengaku bingung Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat terkait putusan gugatan diajukan Almas Tsaqibbirru tersebut. Tidak hanya itu, Saldi Isra merasa khawatir putusan itu membuat MK terjebak dalam pusaran politik.
Sementara itu, Arief Hidayat membeberkan kejanggalan gugatan perkara diajukan Almas Tsaqibbirru yang meminta ditambahkan frasa 'berpengalaman sebagai kepala daerah' sebagai syarat capres-cawapres.
Arief menilai pengubahan frasa tersebut terdapat beberapa kejanggalan mulai didaftarkan hingga pengambilan keputusan jika dibandingkan empat gugatan dengan petitum terkait batas mininum capres-cawapres seperti gugatan nomor 29, gugatan nomor 51, gugatan nomor 55 dan gugatan nomor 91.
Sosok Saldi Isra
Saldi Isra merupakan guru besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas. Saldi Isra dilantik sebagai hakim konstitusi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggantikan Patrialis Akbar.
Saldi Isra berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo oleh panitia seleksi (Pansel) Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 April 2017 lalu.
Melansir laman resmi www.mkri.id, Saldi Isra lahir di Paninggahan Solok, Sumatera Barat pada 20 Agustus 1968. Putra pasangan Ismail dan Ratina mempunyai nama sejak lahir, Sal. Ketika hendak mendaftar SD, kepala Sekolah menanyakan kepada Sang Ayah perihal namanya yang terllau pendek.
Sang Ayah pun menambahi '–di' di belakang namanya menjadi Saldi. Barulah pada kelas 6 SD, ia menambahkan nama 'Isra' sebagai nama belakangnya yang merupakan singkatan dari nama kedua orang tuanya.
Usai menamatkan pendidikan S1, Saldi Isra yang merupakan lulusan terbaik langsung dipinang untuk menjadi dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995 sebelum akhirnya berpindah ke Universitas Andalas, Padang.
Saldi Isra kemudian mengabdi pada Universitas Andalas hampir 22 tahun lamanya sambil menuntaskan pendidikan pascasarjana atau S2 yang ia tuntaskan dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia (2001).
Kemudian pada 2009, Saldi berhasil menamatkan pendidikan Doktor atau S3 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan predikat lulus Cum Laude. Setahun kemudian, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.
Di sela kegiatannya sebagai pengajar, Saldi Isra dikenal aktif sebagai penulis baik di berbagai media massa maupun jurnal dalam lingkup nasional maupun internasional. Dia dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang memperhatikan isu-isu ketatanegaraan. Tak hanya itu, Saldi Isra juga terlibat aktif dalam gerakan antikorupsi di Tanah Air.
Sosok Arief Hidayat
Sementara itu, melansir laman resmi www.mkri.id, Arief Hidayat pertama kali dilantik sebagai hakim konstitusi pada 1 April 2013 di Istana Negara oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Arief menggantikan Mahfud Md yang mengakhiri masa jabatan yang telah diembannya sejak 2008.
Arief Hidayat lahir di Semarang, Jawa Tengah pada 3 Pebruari 1956 dan mengenyam pendidikan di kota kelahirannya dari SD sampai SMA. Arief menuntaskan pendidikan Sarjana S1 Fakultas Hukum di Universitas Diponegoro (Undip) pada 1980.
Arief menamatkan pendidikan S2 di Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair) pada 1984 dan S3 di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip) pada 2006.
Arief menjadi guru besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pada 2008.
Selain itu menjadi Dekan adalah jabatan puncak lainnya. Kemudian, setelah selesai menjabat dekan, Arief memberanikan diri mendaftar sebagai hakim MK melalui jalur DPR.
Keberanian tersebut diperoleh Arief berkat dukungan dari berbagai pihak terutama para guru besar Ilmu Hukum Tata Negara, seperti Guru Besar HTN Universitas Andalas Saldi Isra.
Dinilai konsisten dengan paparan yang telah disampaikan dalam proses fit and proper test tersebut, Arief pun terpilih menjadi hakim konstitusi, dengan mendapat dukungan 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR, mengalahkan dua pesaingnya yakni Sugianto (5 suara) dan Djafar Al Bram (1 suara).
Selain aktif mengajar, Arief juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.
Di samping itu, Arief juga aktif menulis. Tidak kurang dari 25 karya ilmiah telah dia hasilkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik berupa buku maupun makalah.
Sebagai bagian dari friends of court, Arief juga sering terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MK. Ia aktif menjadi narasumber maupun menjadi juri dalam setiap kegiatan MK berkaitan dengan menyebarluaskan mengenai kesadaran berkonstitusi.
Setelah dua tahun menjadi hakim konstitusi, Arief justru mendapatkan kepercayaan lebih besar dengan terpilih secara aklamasi menjadi Ketua MK periode 2014-2017.