Puluhan karyawan tuntut pesangon ke perusahaan asal Malaysia
Perusahaan asal Malaysia itu mengaku pailit dan memecat para karyawan tanpa pesangon yang layak.
Sebanyak 68 mantan karyawan PT Tadmansori Karpet Indah mengadukan perusahaan asal Malaysia ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung. Alasan mereka mengajukan keberatan ke PHI, lantaran perusahaan yang dikomandoi petinggi partai di negeri jiran itu melakukan pemecatan secara sepihak.
Kuasa hukum mantan karyawan perusahaan tersebut, Hasan Sutisna mengatakan, sebenarnya ada 80 karyawan yang diputus kerja secara sepihak. Hanya saja 12 di antaranya dengan terpaksa menerima uang pisah yang besarnya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang pesangon.
"Perusahaan sama sekali tidak memberikan pesangon kepada para karyawan. Mereka hanya menawarkan uang pisah sebesar Rp 30 juta per orang," katanya di PHI Bandung usai mengikuti sidang gugatan dengan agenda replik, Rabu (10/2).
Dia menjelaskan, pada pertengahan 2015 lalu perusahaan tiba-tiba menyatakan pailit. Dengan alasan itulah perusahaan menutup pabrik dan merumahkan seluruh karyawannya.
"Kalau sesuai undang-undang menurutnya perusahaan tidak bisa secara tiba-tiba menutup pabriknya dengan alasan pailit atau mengalami kerugian. Namun harus terlebih dahulu melalui tahapan prosedur seperti mengalami kerugian yang dibuktikan dengan laporan keuangan akuntan publik," terangnya.
Menilik ketentuan Pasal 164 ayat 3 UU 13 Tahun 2003, perusahaan wajib memberikan uang pesangon kepada para karyawan sebesar dua kali ketentuan Pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat 3.
"Rata-rata karyawan sudah bekerja belasan tahun. Ada yang sejak tahun 1996 sampai 2000. Kalau dihitung, pesangon paling kecil yang diterima karyawan minimal sampai Rp 110 juta. Tapi perusahaan kukuh tidak memberikan pesangon, padahal itu diatur oleh undang-undang," ujarnya.
Para mantan karyawan ini berharap agar PHI mengabulkan gugatan mereka yakni dengan mewajibkan pihak perusahaan untuk membayar uang pesangon terhadap 68 mantan karyawannya.
"Mengadu ke Pengadilan Industrial ini merupakan upaya kami yang terakhir demi memperoleh hak-hak mantan karyawan, terutama pesangon yang sampai hari ini belum diberikan oleh perusahaan. Kami berharap pengadilan akan mengabulkan tuntutan kami," ungkapnya.
Sebelum mengadukan tindakan perusahaan itu, mantan karyawan memang pernah beberapa kali melakukan mediasi dengan pihak perusahaan. Namum pertemuan itu tidak mencapai titik temu terutama soal besaran pesangon. Perusahaan tetap bersikukuh hanya memberikan uang pisah sebesar Rp 30 juta.