Puluhan penderita gangguan jiwa di Malang masih dipasung
Puluhan penderita gangguan jiwa di Malang masih dipasung. Keluarga rata-rata melihat, anggota keluarga yang sakit jiwa dianggap sebagai sebuah aib. Karena itu, mereka melakukan pemasungan atau isolasi.
Puluhan warga penyandang gangguan jiwa di Kabupaten Malang, Jawa Timur masih dalam kondisi terpasung. Banyak persoalan yang membuat pihak keluarga memilih langkah pemasungan.
"Ada 57 jiwa yang terpasung dan masih di rumah masing-masing," kata Fachrudin Ali Ahmad, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Dinsos Kabupaten Malang di Desa Banjararum, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Senin (11/10).
Kata Fachrudin, jumlah penyandang gangguan jiwa di Kabupaten Malang sebanyak 127 orang. Sisanya atau 70 orang sudah menjalani perawatan di rumah sakit jiwa (RSJ).
Keluarga rata-rata melihat, anggota keluarga yang sakit jiwa dianggap sebagai sebuah aib. Karena itu, mereka melakukan pemasungan atau isolasi.
"Bahkan beberapa kasus sengaja dihilangkan dari daftar KK," katanya.
Sehingga tidak berlebihan adanya anggapan, selain yang sedang sakit harus diobati, keluarganya juga harus mendapat pengobatan. Mereka harus diberi motivasi, terutama mengubah mindset yang sudah terlanjur terbangun.
"Kita melakukan persuasif dan pendekatan cukup lama. Karena tidak semua keluarga dapat menerima," katanya.
Bahkan, kata Fachrudin, beberapa keluarga menyangsikan pengobatan yang dilakukan oleh para dokter. Sehingga keluarga justru melarang saat dibawa untuk mendapat perawatan.
Fachrudin juga menjelaskan bahwa pemasungan dengan berbagai alasan dianggap melanggar Undang-Undang Kesehatan Jiwa. Namun tidak serta merta masyarakat dapat memahami kenyataan tersebut.
Tiga orang penderita gangguan jiwa dievakuasi dari keluarganya. Penderita atas nama SI (51) sudah 25 tahun menderita gangguan jiwa dan diisolasi.
Sementara keponakan SI, MM (30) sudah 10 tahun mengalami gangguan serupa. Petugas juga mengevakuasi WWT (30) yang juga mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda.
Sementara itu, dr Ayu Wulan Febri dari RSJ dr Rajiman Widiodiningrat Lawang mengungkapkan, para pasien yang dirujuk akan menjalani perawatan sesuai prosedur. Pihaknya akan memeriksa kondisi fisik, selain mengobati jiwanya.
"Kita rontgen, lab dan lain sebagainya. Biasanya pengobatan paling cepat satu bulan, dan untuk follow-upnya dikembalikan ke Puskesmas," katanya.
Pasca pengobatan di RSK, pasien akan diserahkan kembali pada keluarganya. Pengobatan akan dilakukan oleh Puskesmas terdekat, dengan dilakukan pemantauan oleh pendamping dari Dinsos.