Rapat di DPR, Mendagri Tito: Sudah Mulai Banyak Pelintiran soal Masalah Aglomerasi
Proses pembahasan Jakarta akan menjadi wilayah aglomerasi sudah dibahas dengan melibatkan sejumlah pakar sejak April 2022
Proses pembahasan Jakarta akan menjadi wilayah aglomerasi sudah dibahas dengan melibatkan sejumlah pakar sejak April 2022
Rapat di DPR, Mendagri Tito: Sudah Mulai Banyak Pelintiran soal Masalah Aglomerasi
Mendagri Tito Karnavian melihat sudah banyaknya informasi yang beredar soal masalah aglomerasi yang tidak sesuai seperti Gubernur Jakarta ditunjuk oleh Presiden.
Hal ini disampaikan dalam rapat bersama dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan DPD RI di komplek Parlemen, Jakarta.
- Rapat Bersama DPR RI, Kejagung Sebut Kekurangan Anggaran untuk Tahun 2025 Capai Rp15 Triliun
- Segera Disahkan, RUU DKJ Atur soal Gubernur Jakarta Dipilih Melalui Pilkada hingga Dewan Aglomerasi
- DPR dan Pemerintah Sepakat Rumusan Baru Dewan Kawasan Aglomerasi Ditunjuk Presiden Melalui Keppres
- Kala Sukabumi Diusulkan Masuk Kawasan Aglomerasi Bikin Tertawa Rapat DPR
"Pemerintah sudah melakukan langkah-langkah awal secara proaktif yaitu mulai April ini kami menjelaskan betul isu masalah aglomerasi ini supaya tidak diplintir ke mana-mana, kami lihat sudah mulai pelintirnya banyak,"
kata Tito di Jakarta, Rabu (13/3).
merdeka.com
Tito menjelaskan, proses pembahasan Jakarta akan menjadi wilayah aglomerasi sudah dibahas dengan melibatkan sejumlah pakar sejak April 2022 atau jauh sebelum proses Pemilu 2024 digelar.
"Jadi pada waktu bulan april 2022 kami sudah membuat tim untuk membuat draft dan pembahasan RUU DKJ di antaranya melibatkan ahli-ahli termasuk ahli-ahli perkotaan dari ITB, UI, UGM termasuk juga hukum tata negara Pak Jimly saat itu April tahun 2022," jelas Tito.
"Nah dalam berbagai pembahasan dan FGD dilkukan saat itu kita belum ada koalisi2 pemilu 2024 apalagi paslonnya siapa enggak tahu gitu," sambung Tito.
Mantan Kapolri ini mengungkapkan, saat diskusi bersama sejumlah pakar disampaikan diperlukan adanya harmonisasi pembangunan di wilayah Jakarta dan sekitarnya jika ibu kota sudah pindah ke IKN Nusantara.
"Dan muncullah isu dalam FGD itu tentang pentingnya penataan atau harmonisasi pembagunan mulai dari perencanaan sampai evaluasi yaitu Jakarta dan kota sekitarnya, karena sudah menjadi satu kesatuan banyak persoalan-persoalan yang menjadi permasalahan bersama. Mulai dari permasalahan lalin, polusi, banjir kemudian migrasi penduduk bahkan masalah-masalag di bidang kesehatan seperti COVID," ungkap Tito.
Karena itu, eks Kapolda Metro Jaya ini ingin penamaan wilayah aglomerasi dipilih dari istilah metropolitan agar tidak menimbulkan mispersepsi bahwa Jakarta dan sekitarnya akan dijadikan satu wilayah.
"Oleh karena itu, perlu adanya harmonisasi dan penataan serta evaluasi. Oleh karena itu, ada berbagai istilah yang saat itu muncul apakah membentuk namanya kawasan metropolitan Jakarta, Jabodetabek Jur atau namanya megapolitan atau namanya aglomerasi," papar Tito.
"Nah kalau namanya megapolitan metropolitan seolah-olah akan dijadikan satu pemerintahan dan ini banyak ditentang karena nanti akan mengubah UU banyak sekali, UU Jabar, UU Banten, UU tentang Depok, UU tentang Bekasi banyak sekali sehingga akhirnya disepakati saat itu itu disebut saja dengan kawasan aglomerasi" kata Tito.