Revisi UU Terorisme, tugas & kewenangan BNPT diminta diperjelas
Dalam revisi UU terorisme pemerintah juga harus membuat klasifikasi bentuk ancaman.
Pemerintah berniat mengajukan revisi terhadap Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Bahkan, pemerintah sudah melakukan pengajuan kepada DPR terkait revisi UU tersebut.
Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Fauzie Yusuf Hasibuan menilai ada beberapa hal yang harus diperhatikan pemerintah dalam melakukan revisi ataupun penyempurnaan UU No 15 tahun 2003. Pertama, adanya kewenangan Kepolisian untuk menangkap dan memeriksa terduga terorisme dan jika dikemudian hari tidak terbukti maka negara harus memulihkan nama baik mereka.
Menurut Fauzie dalam rangka penegakan hukum pencegahan lebih baik dari pada penindakan. Fauzie menyarankan agar BNPT berkonsentrasi untuk melakukan pencegahan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat terutama generasi muda mengenai bahaya terorisme.
"Mereka bisa melakukan edukasi deradikalisme kepada anak-anak kita mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Selain itu, program deradikalisme juga sebaiknya mulai diajarkan di pondok pesantren-pesantren dan pendidikan agama lainnya karena tidak ada satu agamapun yang mengajarkan kekerasan," ujarnya, Selasa (19/1).
Ia mengatakan keberadaan BNPT harus jelas tugas dan kewenangannya tidak seperti saat ini yang kurang dirasakan oleh masyarakat manfaatnya.
"Saat ini kan yang melakukan penindakan selalu polisi sedangkan BNPT masih belum jelas tugas dan fungsinya karena mereka (BNPT) cara kerjanya masih campur aduk antara penindakan, kebijakan dan supervisi. Harus ada kejelasan tugas yang diemban sehingga penanggulangan terhadap aksi terorisme bisa dilakukan sejak dini," tegas Fauzie.
Ia mengatakan pihaknya mendukung upaya pemerintah untuk melakukan pemberantasan tindakan terorisme. Sehingga pembangunan bisa berjalan sebagaimana yang telah dicanangkan.
Meski demikian, dalam revisi UU terorisme pemerintah juga harus membuat klasifikasi bentuk ancaman dan pihak yang melakukan ancaman tersebut.
''Harus ditegaskan mana yang masuk dalam kategori ancaman yang mengganggu keamanan nasional, sehingga nanti bisa ditentukan pihak mana yang melakukan penindakan. Namun, semangat dari revisi UU ini harus tetap mengedepankan upaya penegakan hukum (law enforcement) dan pihak kepolisian tetap menjadi dominan dalam rangka pemberantasan terorisme'' jelasnya.
Sambil menunggu pembahasan revisi UU No.15 tahun 2003 perlunya kerjasama antara Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM dan Menko Polhukham serta Kepolisian RI dan BNPT untuk dapat mengetahui WNI yang berpergian ke daerah konflik di Luar Negeri seperti Suriah, Irak, Afganistan, dan lain sebagainya atau bergabung kelompok radikal yang Internasional mengelompokkan sebagai organisasi terorisme.