Riset: Harga Kopi Indonesia Lebih Mahal dari Negara Lain
Kepala Peneliti Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta mengungkap, harga kopi di Indonesia lebih mahal ketimbang pasar global. Hal ini yang mengakibatkan komoditas unggulan RI kopi, masih kalah saing dengan dunia.
Kepala Peneliti Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta mengungkap, harga kopi di Indonesia lebih mahal ketimbang pasar global. Hal ini yang mengakibatkan komoditas unggulan RI kopi, masih kalah saing dengan dunia.
Felippa mengatakan, komoditas unggulan Indonesia yakni kopi masih kalah saing dengan Brasil dan Vietnam. Kedua negara tersebut produsen kopi nomor satu dan kedua di dunia.
-
Di mana Kedai Kopi Berbagi berlokasi? Kedai Kopi Berbagi yang berlokasi di Margahayu, Jalan Mars Utara III, Kota Bandung ini begitu menginspirasi.
-
Bagaimana Dul Coffe meracik kopinya? Dull Coffee menyajikan kopi yang kita roasting sendiri dengan menggunakan biji kopi Gayo dan Temanggung. Sehingga cita rasa kopinya pun autentik dengan aroma yang khas. Apalagi di sini pelanggan dapat melihat langsung proses pembuatan kopi yang mereka pesan,” ujar Abdul.
-
Mengapa kopi menjadi inspirasi bagi banyak orang? Ternyata, bangun lebih pagi adalah penting. Jadilah seperti kopi pagi ini. Walau sendiri, namun memberi ketenangan dan inspirasi tanpa henti.
-
Apa yang terjadi pada barista di kedai kopi tersebut? Ia menerima cekikan di leher, tonjokan di muka, dan tendangan di badan. Selama itu pula pelaku mengarahkan wajah korban ke air yang mengalir dari kran agar korban tidak dapat bernafas.
-
Kapan kopi disebut sebagai teman setia dalam kebingungan dan kelelahan? Kopi, dia adalah teman setia yang selalu siap menemani dalam kebingungan dan kelelahan.
-
Bagaimana ular sowo kopi berburu mangsanya? Ular sowo kopi merupakan ular tidak berbisa. Mereka cenderung mengandalkan gigitan dan lilitannya untuk berburu mangsa.
Produktivitas yang rendah dan biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga jual kopi Indonesia lebih mahal dan menjadi kalah saing dengan negara lain.
"Kalau kita lihat dari hubungan antara produktivitas dan struktur ongkos ini akhirnya hasil pertanian kita lebih mahal dibandingkan harga internasional. Makanya kita kalah saing di sana, dari kuantitas dan harga saja kurang," kata Felippa dalam diskusi G20 sektor pertanian mengenai ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan yang dipantau secara daring di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (17/2).
Lebih dalam Felippa menjelaskan, ongkos produksi sektor pertanian di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara lain yang disebabkan oleh beberapa faktor.
"Yang saya lihat yang pertama ongkos produksi Indonesia masih cukup mahal sebenarnya kalau dibandingkan dengan ongkos produksi di negara lain," kata Felippa.
Felippa mengungkapkan, hasil riset CIPS yang menjabarkan beberapa faktor penyebab tingginya biaya produksi pertanian Indonesia. Seperti keterbatasan lahan, serta keterbatasan benih berkualitas dan keterbatasan akses pupuk.
Dia menerangkan, rata-rata petani di Indonesia memiliki lahan sebesar 0,6 hektar. Sehingga menyebabkan biaya produksi yang tinggi dan tidak efisien jika dibandingkan dengan menggarap lahan pertanian dalam skala yang lebih besar.
Sementara petani Indonesia juga mengalami keterbatasan akses pada benih berkualitas dan akses terhadap pupuk. Pupuk subsidi tidak bisa memenuhi kebutuhan petani, sementara harga pupuk nonsubsidi sangat tinggi dibanding pupuk bersubsidi.
Selain ongkos produksi yang mahal, produktivitas pertanian Indonesia juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.
Hasil penelitian CIPS mengungkapkan, sektor pertanian Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Hal itu terlihat dari dampak krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang tak mempengaruhi sektor pertanian. Sementara sektor lain mengalami kontraksi.
(mdk/rnd)