Saksi Ahli di Sidang Djoko Tjandra Minta JPU Tunjukkan Surat Asli yang Dipalsukan
Saat itu, Soesilo memberikan pertanyaan kepada Mudzakir dengan memberikan contoh kasus antara Alim dengan Bintang. Soesilo bertanya, apakah si Alim bisa dijerat pidana terkait surat jalan palsu atau tidak.
Padahal dia sesuatu yang pokok sesuai Pasal 263, setiap membuat surat palsu, maka harus ada namanya surat palsu asli, surat yang dipalsukan asli. Sehingga fokus pembuktian satu pidana jelas bahwa ini loh surat palsu dan ini loh surat yang dipalsukan.
Saksi ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir dihadirkan oleh terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra dalam sidang surat jalan palsu dengan terdakwa. Sidang ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (24/11).
-
Kenapa Prabowo Subianto dan Jenderal Dudung menggandeng tangan Jenderal Tri Sutrisno? Momen ini terjadi ketika ketiga jenderal tersebut sedang berjalan masuk ke dalam sebuah ruangan atau tempat digelarnya gala dinner seusai mengikuti rangkaian parade senja atau penurunan upacara bendera merah putih.
-
Kapan Djohan Sjahroezah ditangkap dan dipenjara karena tulisannya? Kemudian ia juga pernah menulis sebuah artikel berisi kecaman keras terkait kerja sama dengan pihak Kolonial Belanda. Alhasil, ia ditangkap lalu dipenjara selama 1,5 tahun di Bandung.
-
Siapa yang berperan dalam proses jamasan Dewi Sri dan Joko Sedono? Dikutip dari laman resmi kebudayaan.kemdikbud.go.id, jamasan ini dilakukan oleh sesepuh wanita yang telah diberi mandat oleh kasepuhan.
-
Kapan Djamaluddin Adinegoro lahir? Gunakan Nama Samaran Djamaluddin Adinegoro lahir di Talawi, sebuah kecamatan di Sawahlunto, Sumatra Barat pada 14 Agustus 1904.
-
Apa yang dilakukan Menhan Prabowo Subianto bersama Kasau Marsekal Fadjar Prasetyo? Prabowo duduk di kursi belakang pesawat F-16. Pilot membawanya terbang pada ketinggian 10.000 kaki.
-
Kapan Awaloedin Djamin meninggal? Awaloedin Djamin meninggal dunia pada usia 91 tahun, tepatnya pada Kamis, 31 Januari 2019 pukul 14.55 WIB.
Dalam persidangan, Mudzakir menjelaskan terkait hukum pidana mengenai pembuatan surat jalan palsu. Sebelum menjelaskan hal itu, ia lebih dulu ditanyakan oleh Soesilo Aribowo selaku kuasa hukum Djoko Tjandra.
Saat itu, Soesilo memberikan pertanyaan kepada Mudzakir dengan memberikan contoh kasus antara Alim dengan Bintang. Soesilo bertanya, apakah si Alim bisa dijerat pidana terkait surat jalan palsu atau tidak.
"Kalau ada seseorang bernama Alim, kemudian dia minta tolong sama Bintang untuk mengurus surat. Si Alim ini enggak tahu surat apa yang diperintah, yang jelas dia hanya mempunyai tiket. Kemudian si Alim ini memberikan tiket, tiket itupun diurus sama sekretarisnya. Kemudian dia urus tinggal urus aja, lalu Alim masuk. Apakah si Alim dapat dibebani pertanggungjawaban pidana menggunakan surat palsu?" tanya Soesilo dalam sidang.
Mudzakir pun menjawab pertanyaan itu dengan menjelaskan Pasal 263, jika Alim tidak bisa dijerat pidana. Karena si Alim tidak mengetahui apapun terkait surat jalan palsu tersebut.
"Sesuai dengan Pasal 263 ayat 2, di situ unsur kesalahannya, kesengajaan. Maka jika terjadi fakta hukum yang nyatakan orang itu enggak tahu bahwasanya dia hanya minta tolong ternyata diurusi dengan cara melawan hukum itu artinya Alim enggak ngerti apa-apa," jawab Mudzakir.
"Alim berarti enggak ikut serta melawan perbuatan hukum yang melawan perbuatan hukum adalah saudara Bintang. Artinya apa? Kalau yang berbuat itu saudara Bintang, berarti Bintang bertanggung jawab sesuai hukum sendiri," sambungnya.
Lalu, terkait soal surat jalan palsu yang sekarang ini disidangkan. Menurutnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) perlu menunjukkan surat palsu yang asli sebagaimana yang didakwakan. Mudzakir menilai surat palsu itu semestinya dijadikan barang bukti primer, sesuai dengan Pasal 263.
"Kalau doktrin hukum pidana adalah surat palsu, maka demikian kalau itu enggak ada surat palsu, atau dokumen arsip enggak ada, gimana buktikan kalau surat palsu itu produk dari kejahatan. Padahal dia sesuatu yang pokok sesuai Pasal 263, setiap membuat surat palsu, maka harus ada namanya surat palsu asli, surat yang dipalsukan asli. Sehingga fokus pembuktian satu pidana jelas bahwa ini loh surat palsu dan ini loh surat yang dipalsukan," jelasnya.
Apabila perkara surat palsu ini hanya didasarkan bukti dari salah satu keterangan saksi saja, kata Mudzakir, keterangan itu tak bisa dijadikan sebagai barang bukti pokok. Oleh karenanya, JPU wajib menunjukkan surat jalan yang disebut dipalsukan tersebut.
"Keterangan saksi enggak bisa dijadikan alat bukti dalam arti bahwa surat yang dijadikan produk hukum namanya alat bukti primer atau pokok yang tentukan dari ada atau tidaknya pidana itu. Objek utama ini harus ada surat palsu, tanda tangan asli juga harus ada. Atas dasar itu maka dalam proses pembuktian yang miliki ketentuan primer itu ada (surat) asli, sehingga dengan demikian surat tadi akan dikuatkan dengan alat bukti yang lain," ujarnya.
Menurutnya, dalam perkara ini sendiri pihak yang merugi adalah si pemakai surat palsu tersebut. Karena, surat palsu itu memakai atas namanya.
"Kerugian oleh siapa, kerugian ditujukan kepada adanya orang yang memakai surat itu. Orang yang rugi yang memakai akibat surat itu, akibat tadi ahli sebutkan ada namanya kausalitas, kalau kausalitas hubungannya saling memberi pengaruh," ungkapnya.
"Saya ambil contoh si A punya sertifikat lalu dipalsukan, sehingga sertifikat A berubah jadi B. Berarti hak milik berubah namanya B, seandainya sudah terbit surat palsu meski belum digunakan, ini sudah masuk kerugian, yang memakai itu yang merugi," tambahnya.
Diketahui, Djoko Seogiarto Tjandra bersama dengan Brigjen Prasetijo Utomo dan Anita Dewi Kolopaking merupakan terdakwa kasus surat jalan palsu.
Dalam kasus itu, Djoko Tjandra didakwa dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2, Pasal 426, Pasal 221 KUHP. Lalu, Brigjen Prasetijo dipersangkakan dengan tiga pasal berlapis, yakni Pasal 263 Ayat 1 dan Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 Kesatuan E KUHP, Pasal 426 Ayat 1 KUHP dan atau Pasal 221 Ayat 1 KUHP. Sedangkan, Anita Kolopaking dipersangkakan telah melanggar Pasal 263 Ayat 2 KUHP, dan Pasal 223 KUHP.
Baca juga:
Djoko Tjandra & Prasetijo Bawa Saksi Ahli di Sidang Kasus Surat Jalan Palsu
Imigrasi Sempat Hapus Nama Djoko Tjandra dari Sistem ECS
Komjen Purn Setyo Wasisto Sempat Endus Keberadaan Djoko Tjandra di Taiwan dan Korsel
Sidang Perkara Red Notice Irjen Napoleon Ditunda Pekan Depan
Hakim Tolak Nota Keberatan Terdakwa Irjen Napoleon pada Perkara Red Notice
Terima Dokumen Perkara Djoko Tjandra, KPK Kaji Keterlibatan Pihak Lain