Saksi ahli sebut jasad Mirna sulit diautopsi
Karena waktunya sudah cukup lama, hasil otopsinya bisa jadi tidak efektif.
Sidang perkara dugaan pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso kembali digelar untuk ke-19 kalinya. Kali ini, penasihat hukum terdakwa Jessica menghadirkan saksi ahli Patologi Forensik dari Universitas Indonesia, Djadja Surya Atmadja.
Djadja mengatakan jika jenazah Mirna masih bisa di autopsi. Hal itu disampaikan Djadja saat salah satu hakim anggota Binsar Gultom menanyakan apakah jenazah Mirna yang sudah lama dikubur masih bisa autopsi apa tidak.
"Ada kemungkinan bisa, Yang Mulia. Saya pernah periksa jenazah korban Perang Dunia Kedua di Papua yang sudah 50 sampai 60 tahun meninggal, itu masih bisa ketahuan. Banyak faktor yang bisa mendukung dan bisa mempersulit proses autopsinya dalam kondisi seperti itu, seperti apakah tanahnya basah atau kering, itu mempengaruhi proses pembusukannya," kata Djadja dalam persidangan, Jakarta, Rabu (7/9).
Mendapat jawaban saksi ahli, hakim Binsar kembali bertanya. Dia ingin tahu pendapat Djadja tentang kematian Mirna.
"Kalau begitu, bagaimana dalam kasus ini, kaitannya dengan autopsi jenazah Mirna, untuk mencari tahu apa penyebab sianidanya, bagaimana menurut ahli?" tanya Binsar.
"Saya rasa akan sangat sulit, karena waktunya sudah cukup lama, hasil autopsinya bisa jadi tidak efektif. Apalagi di tanah juga ada kandungan sianida, bisa jadi saat pemeriksaan nanti, kandungan sianidanya bertambah, bisa juga berkurang. Bisa saja autopsi lagi kalau ada permintaan dari penyidik atau jaksa," timpal Djadja.
Ternyata jawaban Djadja berbeda dengan pernyataan awal tadi yang mengatakan masih bisa cari tahu penyebab kematian meski rentang waktu meninggalnya seseorang sudah puluhan tahun lebih. Namun demikian, Djaja tetap berkeyakinan sebagai ahli kedokteran forensik, Mirna tidak meninggal akibat keracunan sianida.
Hal itu disimpulkannya melalui beberapa ciri-ciri yang dipaparkan sebelumnya. Seperti kulit yang memerah, warna merah di dalam lambung, serta ditemukannya sianida dalam jumlah besar di dalam organ tubuh seperti lambung, empedu, hati, dan sebagainya.
Binsar pun memaparkan fakta persidangan di mana dalam sampel lambung Mirna ditemukan 0,2 miligram per liter sianida serta temuan sianida di dalam es kopi vietnam Mirna. Selain itu, Binsar juga menyinggung tentang kemungkinan seseorang bisa meninggal atau tidak jika terkena sianida meski dalam jumlah sedikit.
"Dalam ilmu kedokteran forensik, tidak dapat dipastikan dia keracunan sianida. 0,2 miligram per liter sianida itu hampir tidak ada artinya. Tetapi, memang dia keracunan, cuma bukan sianida. Enggak tahu keracunan apa, karena enggak dilakukan autopsi," terang Djadja.