Saksi Sebut Sempat Ada Pembicaraan Rp 23 Triliun Duit Raja di Rumah Ratna Sarumpaet
Ahmad Rubangi, sopir Ratna Sarumpaet menjadi saksi dihadirkan jaksa dalam sidang lanjutan majikannya. Ahmad mengaku sempat mendengar pembicaraan uang senilai Rp 23 Triliun saat Ratna bertemu Waketum Partai Gerindra, Fadli Zon, dan dua orang lainnya Deden Syarifuddin serta Ruben.
Ahmad Rubangi, sopir Ratna Sarumpaet menjadi saksi dihadirkan jaksa dalam sidang lanjutan majikannya. Ahmad mengaku sempat mendengar pembicaraan uang senilai Rp 23 Triliun saat Ratna bertemu Waketum Partai Gerindra, Fadli Zon, dan dua orang lainnya Deden Syarifuddin serta Ruben.
"Sepintas yang saya dengar bicarakan dana Rp 23 triliun," kata Ahmad di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (2/4).
-
Bagaimana Ratna Sarumpaet menunjukkan keaktifannya di masa Orde Baru? Di masa orde baru 1998, Ratna Sarumpaet juga aktif menyuarakan keadilan. Ia bahkan berorasi saat menduduki gedung DPR RI di tahun 1998.
-
Apa yang dilakukan Ratna Sarumpaet saat melakukan kunjungan sosial di Sintang, Kalimantan Barat? Pada 1992 ia juga berkunjung ke Sintang, Kalimantan Barat dan menjalankan misi sosial. Ia juga berfoto di dalam rumah adat Dayak bersama anak-anak di sana.
-
Apa yang dilakukan Ratna Kaidah? Ratna Kaidah kini menjadi seorang selebgram Bahkan, akun instagram pribadinya sudah punya banyak follower. Media sosialnya selalu ramai dengan banyak komentar Setidaknya, ada 225 ribu orang yang mengikuti akun instagram Ratna Kaidah saat ini.
-
Kapan R.A.A Kusumadiningrat memimpin? Sebelumnya, R.A.A Kusumadiningrat sempat memerintah pada 1839-1886, dan memiliki jasa besar karena mampu membangun peradaban Galuh yang cukup luas.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Mengapa Ratna Sarumpaet ditangkap di tahun 1998? Sebelumnya, ia bahkan sempat ditangkap pada 11 Maret 1998 di Ancol dan ditahan selama beberapa bulan karena tuduhan makar.
Menurutnya, pertemuan Ratna dan Fadli Zon serta dua orang lainnya terjadi pada 30 September 2018 lalu.
"Yang lebih dulu datang Deden dan Ruben," ucap Ahmad.
Ahmad menjelaskan, ketiganya mengobrol di ruang belakang rumah Ratna. Pada saat itu, Ahmad mendengar sedikit yang dibicarakan.
"Secara spesifik saya tidak dengar. Saya hanya dengar bicarakan dana 23 triliun," ujar dia.
Dia sempat berfoto dengan Fadli Zon. Dia juga sempat mengambil foto Ratna dan Fadli Zon.
"Iya berfoto. Yang berfoto saya dengan Fadli. Lalu, Saharudin dengan Fadli. Kemudian Ratna dengan Fadli," ujar dia.
Jaksa lalu bertanya kondisi wajah Ratna saat berfoto.
"Apakah muka masih lebam," tanya Jaksa.
"Masih. Tapi tidak separah yang awal," jawab Ahmad Rubangi.
Menurut Ahmad, Ratna juga dikunjungi beberapa orang. Namun, dia tidak mengingat nama-namanya.
"Ada tamu lain yang nengok. Tapi saya tidak kenal," jelas dia.
Saksi Saharudin juga menyebut Ratna sempat beberapa kali menggelar pertemuan membahas uang Rp 23 triliun.
"Apa yang saudara ketahui soal dana Rp 23 triliun," tanya pengacara Ratna.
"Waktu itu yang seinget saya ada dana dari raja-raja yang ditelusuri oleh mereka berdua (Deden dan Ruben)," jawab Saharudin.
Saharudin mengaku tidak percaya dengan dua orang yang bernama Deden dan Ruben termasuk uang Rp 23 triliun yang dibicarakan. Dia sempat menyampaikan ketidakpercayaannya itu pada Ratna.
"Kakak (Ratna Sarumpaet) hanya diam saja," ucap Saharudin.
Dia juga mengakui, pertemuan Ratna, Deden dan Ruben terjadi tanggal 30 September 2018 . Awalnya yang datang Ruben dan Deden. Lalu, disusul Fadli Zon.
"Minggu sekitar pukul 12, Pak Deden dan Ruben datang ke rumah kakak (Ratna Sarumpaet). Kemudian rombongan Fadli Zon 6 orang," ucap dia.
Saharudin menjelaskan, mereka duduk di teras belakang rumah. Sependengarannya membicarakan uang Rp 23 triliun.
"Saya tidak tahu persis karena tidak ikut pembicaraan itu. Kami dilarang mendekat atau nimbrung. Tapi sepengetahuan saya juga cerita tentang uang yang Rp 23 triliun itu," terang dia.
Sayang selamanya persidangan tidak ada pembahasan lebih mendalam soal uang tersebut. Tidak pula dijelaskan untuk apa uang digunakan sehingga dibahas berulang kali.
Saat kasus kebohongan Ratna terungkap akhir tahun lalu, ternyata Ratna baru saja jadi korban penipuan. Dia mengaku tertipu puluhan juta oleh seseorang yang mengaku keluarga raja yang memiliki uang di rekening senilai Rp 23 triliun.
Saat polisi mendalami kasus ini, empat orang ditangkap. Ada yang mengaku-ngaku sebagai anggota Badan Intelijen Negara (BIN) Angkatan Laut berpangkat Mayor Jendral, anggota PPATK, dan staf kepresidenan. Tersangka berinisial HR (39), DS (55), AS (58)dan RM (52) ditangkap di tempat berbeda.
"DS ini merupakan teman Ratna dia yang mengaku berpangkat Mayor Jenderal. Saat bertemu mereka ingin membicarakan uang Rp 23 triliun itu dan Ratna sempat bercerita jika dia menjadi korban pemukulan kepada kedua tersangka. Kami kembangkan dan menangkap dua pelaku lainnya, Agus Salim dan Haryanto," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono, di Polda Metro Jaya, Senin (12/11).
Ratna diketahui sempat menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta. Dia ternyata tergiur dengan janji para tersangka yang mampu mencairkan uang milik raja-raja Indonesia yang tersimpan di dua bank, yakni Bank Singapura dan World Bank. Namun, dari keterangan saksi yang dikonfrontir kepada Ratna, ternyata para tersangka merupakan penipu.
"Tersangka HR mengaku sebagai keluarga kerajaan Pajajaran, dia mengaku ada uang raja-raja sebesar Rp 23 triliun. Jadi Bu Ratna ini juga menjadi korban, Ratna yang terpedaya dengan ucapan dari tersangka DS memberikan uang senilai Rp 50 juta, untuk dapat mencairkan dana 23 Triliun yang tersebar di beberapa bank dengan beberapa syarat," kata Argo.
Sebelumnya, Jaksa mendakwa Ratna Sarumpaet telah menyebarkan berita bohong kepada banyak orang yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Apalagi, berita bohong yang disebarkannya itu dinilai telah menimbulkan pro dan kontra.
Oleh karena itu, jaksa penuntut umum mendakwa aktivis itu dengan dakwaan alternatif.
"Dakwaan kesatu Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua Pasal 28 ayat (2) jo 45A ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujar jaksa saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2/2019).
Perbuatan penyebaran berita bohong itu diduga dilakukan dalam kurun waktu Senin 24 September 2018 sampai Rabu 3 Oktober 2018 atau pada waktu lain setidak-tidaknya dalam September hingga Oktober 2018, bertempat di rumah terdakwa di Kampung Melayu Kecil V Nomor 24 Rt 04 RW 09, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Pada dakwaan pertama, jaksa menduga Ratna Sarumpaet telah melakukan perbuatan dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.
Sementara pada dakwaan kedua, jaksa menduga Ratna Sarumpaet, "Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras atau antar golongan (SARA)."
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," tutur jaksa.
Reporter: Ady Anugrahadi
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Nanik Deyang Marah Dibohongi, Tuding Ratna Sarumpaet Ingin Jatuhkan Prabowo
Polda Metro Beberkan Fasilitas untuk Ratna Sarumpaet di Penjara
Orang Dekatnya Jadi Saksi dari JPU, Ratna Sarumpaet Harap Berkata Jujur
Menangis di Depan Sopir dan Karyawan, Ratna Mengaku Dipukul 2 Pria di Bandung
Sopir Ungkap Ratna Sarumpaet Tak Setuju Prabowo Cs Gelar Jumpa Pers
Sempat Mengaku Dipukul, Ini Alasan yang Buat Ratna Sarumpaet Ungkap Kebohongan
Wajah Lebam Tapi Tak Melapor, Ratna Sarumpaet Bilang Kurang Percaya Polisi