Satgas Covid-19: Bapak Presiden Tekankan Pentingnya Data dalam Setiap Kebijakan
Menurutnya, hasil survei terkait perilaku masyarakat di masa Pandemi Covid-19 sangatlah strategis. Lantaran penyebaran Covid-19 yang disebarkan oleh manusia memiliki perbedaan dengan virus seperti flu burung dan flu babi yang perantaranya melalui hewan.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo menilai hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) soal perilaku kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan di masa Pandemi Covid-19 sebagai dasar menentukan kebijakan strategis.
"Dalam berbagai kesempatan Bapak Presiden menekankan pentingnya data, dan setiap kebijakan yang dilakukan harus berdasarkan data, berdasarkan kajian dan juga survei," katanya pada kesempatan diskusi virtual, Senin (28/9).
-
Siapa Doni Monardo? Doni Monardo adalah sosok perwira tinggi TNI yang lahir pada tanggal 7 Januari 1960. Ia merupakan sosok yang memiliki pengalaman yang luas dalam bidang penanggulangan bencana dan penanganan krisis.
-
Kapan Doni Monardo meninggal? Doni Monardo meninggal pada Minggu, (3/12) pukul 17.35 WIB.
-
Mengapa Doni Monardo diberi penghargaan oleh Presiden Jokowi? Atas kegigihannya menangani Covid, Jokowi memberikan penghargaan kepada Doni pada Maret 2023.
-
Apa jabatan terakhir Doni Monardo? Jabatan terakhir jenderal Doni adalah Panglima Komando Daerah Militer III/Siliwangi.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Mengapa Cromboloni viral? Jajanan yang tengah naik daun ini berasal dari gabungan dua kata, yaitu "Croisant" dan "Bomboloni".
Menurutnya, hasil survei terkait perilaku masyarakat di masa Pandemi Covid-19 sangatlah strategis. Lantaran penyebaran Covid-19 yang disebarkan oleh manusia memiliki perbedaan dengan virus seperti flu burung dan flu babi yang perantaranya melalui hewan.
Oleh sebab itu, Doni menyampaikan, dari hasil survei ini, Satgas bisa mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat terhadap ancaman Covid-19.
"Maka kita harus mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman masyarakat terhadap virus ini. Dan kira-kira apa saja yang menjadi hambatan-hambatan dalam melaksanakan ketentuan terhadap suatu protokol kesehatan," jelasnya.
Masyarakat Garda Terdepan Pencegahan Covid-19
Lebih lanjut, Doni mengatakan bahwa penanganan pandemi Covid-19 tidak bisa hanya mengandalkan tenaga medis, aspek kesehatan, maupun aspek medis semata. Karena penanganan Covid-19 adalah operasi kesehatan.
"Karena apa yang kita kerjakan saat ini bukanlah semata-mata operasi medis atau operasi kesehatan. Tetapi lebih cenderung kepada operasi kemanusiaan,” katanya.
"Maksudnya adalah menempatkan masyarakat sebagai garda terdepan sebagai ujung tombak dalam pencegahan. Karena kalau tidak ada upaya maksimal dalam proses upaya pencegahan. Maka RS akan banyak terisi pasien Covid-19," tambahnya.
Atas hal itu, Doni menegaskan dalam penanganan Covid-19 posisi tenaga kesehatan adalah benteng terakhir. Oleh sebab itu, ia mengajak masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan dengan baik supaya dapat memutus mata rantai Covid-19.
"Yang diminta itu (patuhi protokol kesehatan) tidaklah sebanding dengan pengorbanan para dokter, para pejuang kemanusiaan termasuk juga para perawat, yang menghabiskan waktunya bersama pasien Covid. Yang sudah pasti mereka memiliki risiko yang sangat besar,” jelasnya.
Hasil Survei BPS
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil survei perilaku masyarakat selama pandemi Covid-19. Sebanyak 92 persen masyarakat mematuhi protokol kesehatan terkait penggunaan masker.
Kepala Badan Pusat Statistik, Suhariyanto menjelaskan survei ini dilakukan secara daring sejak 7- 14 September. Dengan jumlah responden sebanyak 90.967 orang.
Terbagi dalam 45 persen laki-laki dan 55 persen perempuan yang didominasi 69 persen responden berusia 45 tahun ke bawah. Kemudian, 61 persen berpendidikan lulusan perguruan tinggi mulai D1 sampai S3.
"Hasilnya, masyarakat yang mematuhi penggunaan masker itu sebanyak 92 persen, ini kabar yang menggembirakan," ujar Suhariyanto dalam diskusi virtual, Senin (28/9).
Lebih lanjut, terkait data memakai hand sanitizer 77,71 persen, cuci tangan selama 20 detik 75,38 persen, hindari jabat tangan 81,85 persen, hindari kerumunan 76,69 persen, dan jaga jarak 73,54 persen.
"Jika dibandingkan dengan hasil survei pada April lalu, persentase kepatuhan masyarakat memakai masker meningkat 8 persen. Tetapi persentase yang mencuci tangan dan menjaga jarak mengalami penurunan," tuturnya.
Atas hal itu, Suhariyanto menilai bahwa ke depan seluruh pihak harus memulai untuk melakukan sosialisasi terhadap pelaksanaan 3M yakni, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
"Penerapan 3M itu haruslah paralel karena pakai masker tanpa jaga jarak tidak ada gunanya juga," tuturnya.
Alasan Masyarakat Tak Patuh Protokol Kesehatan
Selain kepatuhan, Suhariyanto juga menyampaikan alasan masyarakat tak patuhi protokol kesehatan. Lebih banyak menilai, karena tidak adanya sanksi yang tegas.
"Lebih dari setengah responden sekitar 55 persen berpendapat bahwa tidak ada sanksi menjadi alasan utama tidak menerapkan protokol kesehatan," katanya.
Kemudian, 39 persen menjawab karena tidak adanya kejadian Covid-19 di lingkungannya, lalu 33 persen merasa sulit bila harus menerapkan protokol kesehatan dalam bekerja.
Sedangkan, 23 persen menilai harga masker hand sanitizer, dan APD mahal, 21 persen akibat mengikuti orang lain, dan 19 persen karena faktor aparat atau pimpinan yang tidak memberikan contoh.
"Jadi walau sekarang pemerintah telah menetapkan sanksi, tetapi ke depan sepertinya sanksi perlu dipertegas lagi," sarannya.