SBY disadap, AS dikecam
Sejumlah tokoh di Tanah Air mengecam penyadapan yang dilakukan intelijen AS dan Inggris kepada SBY.
Kabar mengejutkan datang dari media Australia. Media negeri Kanguru bernama Fairfax Media yang membawahi The Age dan The Sydney Morning Herald, memberitakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan rombongan telah disadap saat menghadiri KTT G20 di London, Inggris, pada 2009 lalu.
Media itu menulis penyadapan dilakukan oleh badan intelijen Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Namun, Australia ikut menerima keuntungan dari hasil sadapan.
Menurut sumber anonim intelijen Australia dalam berita tersebut, penyadapan tersebut memberi keuntungan tersendiri bagi Australia. Sebab, penyadapan dapat mendukung tujuan diplomatik Australia, termasuk dukungan untuk memenangkan kursi jabatan di dewan keamanan PBB.
"Tanpa dukungan intelijen (hasil sadapan) Amerika, kami tidak dapat memenangkan kursi itu," ujar pejabat di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan itu.
Kecaman pun muncul dari dalam negeri. Sejumlah pihak menyayangkan penyadapan yang dilakukan oleh intelijen AS dan Inggris terhadap orang nomor satu di Indonesia.
Ketua DPR Marzuki Alie menilai penyadapan terhadap Presiden SBY merupakan perbuatan tak bermoral. Dia mendesak pemerintah mengambil sikap atas penyadapan tersebut.
"Ya kalau dalam pertemuan itu konteksnya sifatnya rahasia seperti pertemuan bilateral di antara kedua pimpinan kepala negara, jika ada penyadapan di sana, tentu sangat tidak etis. Dan perlu dilihat dalam ketentuan protokoler internasional bagaimana, jika memang tindakan penyadapan itu tidak bisa diterima, maka pemerintah lewat Kemlu segera mengambil sikap," kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/7).
Senada dengan Marzuki, anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mendesak Menlu Marty Natalegawa segera meminta klarifikasi kepada tiga negara itu. Jika berita media Australia itu benar, dia menuntut AS, Inggris dan Australia meminta maaf kepada Indonesia.
Eva juga meminta agar pemerintah mengevaluasi pengamanan internal Presiden SBY, khususnya keamanan komunikasi presiden.
"Tentu saja memikirkan ulang pengamanan dan keamanan internal komunikasi presiden. jika mmg rawan dibobol maka perlu pengetatan sambil, menyiapkan reposisi relasi dengan negara-negara sahabat karena policy 'zero enemy' itu memang halusinasi," tegasnya.
Sementara itu, pihak Istana menyayangkan penyadapan yang dilakukan terhadap Presiden SBY. Pihak Istana akan menyelidiki berapa kerugian negara akibat penyadapan tersebut melalui para intelijen.
"Nanti kita akan melihat sejauh mana derajat kerugian informasi ini memang nanti aparat kita juga memiliki institusi intelijen dan mereka tentunya juga akan mencoba mencari tahu melalui mitranya walaupun secara keniscayaan sulit suatu negara yang melakukan tindakan penyadapan mengakui bahwa mereka melakukan," kata Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah di Kantor Presiden, Jakarta.