Sekjen bantah ucapan BPK soal Fahri & Akom marah jika DPR tak diberi WTP
Dia menjelaskan bahwa hal itu tidak masuk akal karena Fahri baru menjadi Wakil Ketua DPR pada tahun 2014 sedangkan pemberian opini WTP pada tahun 2009.
Sekretaris Jendral (Sekjen) DPR Achmad Djuned membantah adanya kesaksian Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Eddy Mulyadi Soepardi di persidangan tindak pidana korupsi (tipikor) terhadap dua orang pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Menurut dia, tidak pernah DPR meminta opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada BPK.
"Tidak pernah dari DPR ada permintaan kepada BPK untuk minta WTP. Tidak pernah karena kita sudah sekian kali berkali berturut-turut delapan kali berturut-turut malah 2009," kata Djuned saat dihubungi, Rabu (27/9).
"Jadi bagaimana kita kok minta untuk bisa WTP sedangkan kita tahun 2009 bisa WTP secara terus menerus mendapatkan sebuah penghargaan dan itu enggak benar."
Selain itu, Djuned juga menepis adanya tudingan bahwa pemberian opini WTP dilakukan karena takut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan mantan Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) marah. Dia menjelaskan bahwa hal itu tidak masuk akal karena Fahri baru menjadi Wakil Ketua DPR pada tahun 2014 sedangkan pemberian opini WTP pada tahun 2009.
"Bagaimana marah Pak Fahri saja baru jadi pimpinan tahun 2014 ya kan. Kita mendapatkan WTP sudah 2009 jadi jauh sebelum Pak Fahri jadi pimpinan enggak bener itu," tuturnya.
Sebelumnya diketahui, Anggota VII BPK Eddy Mulyadi Soepardi mengaku tak ingin DPR mendapatkan opini yang buruk atas laporan pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK. Alasannya, kata Eddy, ketua DPR saat itu Ade Komarudin (Akom) dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bisa marah.
"Saya bilang jangan turun opininya karena Akom bisa marah, Fahri marah. BKKBN opini WDP, DPD agak berat kalau untuk WDP. Saya meminta untuk DPR-MPR untuk WTP agar bisa amandemen," kata Eddy saat menjadi saksi dua pejabat Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang didakwa menyuap auditor BPK di Tipikor.
Hal itu untuk mengonfirmasi soal percakapan Eddy dengan Rochmadi Saptogiri, auditor BPK sekaligus tersangka atas kasus ini, melalui sambungan telepon.
Eddy mengatakan permasalahan pokok DPD adalah kegiatan-kegiatan yang tidak jelas dan tambahan honor kepegawaian. "Sudah dikomunikasikan ke Sekjen maksudnya adalah keterlambatan pemberian bukti pertanggungjawaban, hal ini terjadi pada DPD maupun DPR.