Tak Ingin Kasus Firli Bahuri Berulang, ICW Berikan Catatan untuk Pansel KPK
Tidak sekedar dipecat, namun Firli kini sudah menyandang status tersangka atas dugaan suap.
Tidak sekedar dipecat, namun Firli kini sudah menyandang status tersangka atas dugaan suap.
Tak Ingin Kasus Firli Bahuri Berulang, ICW Berikan Catatan untuk Pansel KPK
Firli Bahuri dipastikan menjadi mantan ketua KPK terburuk dalam sejarah antirasuah. Tidak sekedar dipecat, namun sosoknya kini sudah menyandang status tersangka atas dugaan suap.
Pada kenyataanya, sosok Firli yang problematik bukan menjadi hal baru. Publik semenjak proses seleksi oleh pansel, sudah kerap menyuarakan untuk tidak meloloskan ke tahap paripurna. Namun nyatanya, Firli malah mendapat poin tertinggi dan didapuk sebagai ketua.
Menanggapi hal itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berharap, panitia seleksi atau pansel calon pimpinan dan dewan pengawas (Capim-Dewas) KPK saat ini tidak mengulang sejarah Firli Bahuri jika tidak ingin KPK kembali mendapatkan karma.
“Jadi bukan hanya rekam jejak hukum tapi juga rekam jejak etik, dua hal ini harus diperhatikan Pansel, jangan sampai mengulang proses tahun 2019 yang akhirnya kena karma akibat mereka terlalu sering menggunakan ‘headset’ tidak mendengar suara masyarakat,” kata Kurnia saat diskusi daring bersama PSHK berjudul Kupas Tuntas Seleksi Capim dan Dewas KPK, Senin (15/7).
Berkaca dari KPK di era Firli, Kurnia lalu mempertanyakan, apakah aparat penegak hukum (APH) masih dibutuhkan dalam unsur level pimpinan. Sebab, bila ada APH yang masuk ke dalam unsur pimpinan dan tidak mundur dari jabatan dan institusinya, hal itu menjadi sangat rawan terjadinya konflik kepentingan di tubuh KPK.
“Karena orang yang menjadi pimpinan KPK itu harus benar-benar independen apalagi kalau kita bicara perwakilan aparat penegak hukum di KPK banyak penyidiknya dari polisi penuntutnya dari kejaksaan maka dari itu rasanya tidak butuh ada perwakilan penegak hukum di struktur komisioner ataupun dewas KPK,” tegas Kurnia.
Kurnia mencatat, poin tersebut menjadi hal yang amat krusial. Sebab kalau hanya berbicara dari konteks Undang-Undang KPK, pendaftar sebatas harus mundur dari jabatan namun tidak dari institusi.
“Maka saya ingin konteks itu bukan hanya mundur dari jabatan tapi mundur dari institusi juga,” Kurnia menandasi.