Senjata api illegal masih beredar di Aceh pasca 10 tahun damai
Wilayah Aceh banyak terdapat jalur-jalur yang bisa memasok senjata api illegal, terutama jalur semasa Aceh masih konflik
Mantan Ketua Tim Aceh Monitoring Mission (AMM), Pieter Feith tidak menampik masih banyak peredaran senjata api illegal di Aceh paska 10 tahun perdamaian. Meskipun sudah dilakukan pemotongan paska Aceh berunding di Finlandia, Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia.
Akibatnya, kata Pieter Feith telah berpengaruh pada stabilitas politik dan keamanan, karena adanya kriminalitas menggunakan senjata api terjadi di Aceh.
"Masih terdapat senjata illegal di Aceh bukan berarti kita gagal, tetapi tidak tertutup kemungkinan ada sisa-sisa," kata Peter saat menggelar konferensi pers di ruang Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Rabu (12/8).
Meskipun 10 tahun perdamaian sudah berlalu, peredaran senjata api masih saja terjadi di Aceh. Menurut Peter, wilayah Aceh banyak terdapat jalur-jalur yang bisa memasok senjata api illegal, terutama jalur semasa Aceh masih konflik.
"Jadi sesuai dengan yang tercantum dalam MoU Helsinki, siapa pun yang memiliki senjata selain TNI dan Polri adalah illegal dan dianggap kriminal, makanya itu tugas polisi yang menanganinya," ungkapnya.
Sementara itu Mediator MoU Helsinki Special Advisor AMM, Juha Christensen menyebutkan pemerintah harus serius menangani kasus kriminalitas di Aceh, termasuk mempercepat proses penyelesaian reintegrasi.
"Sangat kita sedih kasus kriminal Din Minimi terjadi, harapan kita kasus kriminalitas bisa ditangani oleh pemerintah dengan baik," harap Juha.