Sesal Polri anggota umbar tembakan ke mobil ditumpangi sekeluarga
Sesal Polri anggota umbar tembakan ke mobil ditumpangi sekeluarga. "Saya sangat menyesalkan inilah sebetulnya pentingnya kemampuan diskresi kepolisian," kata Kapolri Tito.
Honda City hitam bernomor polisi melaju kencang di pertigaan Jalan Fatmawati Kecamatan Lubuk Linggau Timur I, Sumatera Selatan pada Selasa (18/4) pagi kemarin. Mobil itu ditumpangi sekeluarga terdiri dari lima orang dewasa dan seorang balita laki-laki berusia tiga tahun.
Tiba-tiba, di ujung jalan, Diki (30), sopir yang mengemudi kaget melihat sejumlah polisi menggelar razia. Dia tetap menekan pedal gas mobil yang datang dari arah Curup menuju Palembang dengan kecepatan maksimal saat di-setop polisi.
Usaha kaburnya sempat mengenai seorang polisi. Melihat gelagat tak baik dari Diki, polisi melakukan pengejaran. Diki cukup kencang memacu roda empat itu. Polisi sempat meletuskan tembakan namun tak diindahkan. Hingga akhirnya peristiwa mencekam terjadi.
Sejumlah polisi yang melakukan pengejaran tiba-tiba saja memberondong tembakan ke arah mobil. Muntahan peluru melesat mengenai bodi hingga kaca mobil. Meski kondisi cukup mencekam, Diki tak coba memperlambat laju kendaraannya. Sampai tembakan kembali diarahkan ke mobil hingga mengenai semua penumpang yang hendak menghadiri hajatan.
Satu penumpang atas nama Surini (54) tewas seketika setelah tertembak di bagian dada. Sementara lima lainnya termasuk balita mengalami luka terkena tembakan. Dewi (35) tertembak di bahu, Indra (33) tertembak di leher, Novianti (30) dan bocah Genta (2) terkena tembakan di kepala,serta Diki (30) terluka di perut akibat peluru polisi.
"Polisi marah-marah kenapa tidak mau berhenti. Saya masih sadar walaupun sudah kena tembakan di bahu dan punggung," kata Novi, salah satu penumpang saat ditemui di Rumah Sakit dr. Sobirin, Lubuklinggau, Rabu (19/4).
Lebih menyakitkan hati Novi, polisi tak segera mengevakuasi mereka sekeluarga meski sudah bersimbah darah. Jasad ibunya, Surini, termasuk dia dan empat lainnya baru dibawa ke rumah sakit setelah Novi sempat meluapkan emosinya.
"Saya tahan saja sakit, tapi sudah lihat ibu saya (Surini) telah meninggal. Saya caci maki polisi itu, saya paksa bawa ke rumah sakit. Baru dibawa sama mereka (polisi). Dalam pikiran saya, selamatkan anak saya," ucap Novi lirih.
Kerabat korban lainnya mengatakan, Diki memilih tancap gas karena takut ditilang polisi karena tak punya SIM.
"Saya dengar Diki itu tidak punya SIM sama pajak mati. Makanya lari, takut kena razia, bukan karena apa-apa," ditambahkan Wawan Triatno (35), Novi.
Meski tindakan Diki tak benar, lanjut Wawan, polisi seharusnya tidak melepaskan tembakan bertubi-tubi.
"Tidak begitu juga, diberondong peluru segitu, tidak tahu ada anak kecil di dalamnya, ibu-ibu juga," sesal Wawan.
Pihak Polres Lubuklinggau mengakui kesalahannya atas aksi berondong tembakan ke warga sipil yang menewaskan satu orang. Kapolres Lubuk Linggau, AKBP Hajat Mabrur Bujangga, mengakui anak buahnya telah lalai dalam bertugas.
"Kita akui ada kesalahan yang dilakukan oleh anggota yang melakukan penembakan, diduga ada unsur kelalaian," kata Hajat.
Dia juga menyadari senjata laras panjang dipakai anak buahnya untuk menembak mobil Honda City itu telah menyalahi aturan. Menurut dia, Brigadir K melakukan pengejaran terhadap mobil Honda City ditumpangi korban, menggunakan senapan jenis V2. Padahal, mestinya senjata itu bukan diperuntukkan dalam razia kendaraan bermotor.
"Memang bukan untuk razia (digunakan), itu inisiatif sendiri dari Brigadir K untuk menghentikan mobil yang dikejar. Ancamannya dipecat, untuk pidana dilihat nanti, sejauh mana kesalahannya. Kita tunggu pemeriksaan dulu," jelas Hajat.
Namun dari penyelidikan awal yang dilakukan, lanjut Hajat, pelat nomor yang digunakan pada mobil itu ternyata bodong. Nomor polisi asli mobil itu adalah B 1412 PAG. Namun, polisi belum mengetahui motif pemalsuan pelat mobil yang dikendarai korban, dan akan dikomunikasi dengan Polda Metro Jaya.
"Kami pastikan pelatnya bodong, kita sudah dapat nomor aslinya, tidak tahu motif kenapa bisa bodong begitu," sambung Hajat.
Terpisah, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Wakapolri Komjen Syafruddin juga menyesalkan tindakan anak buahnya di Lubuklinggau.
"Saya menyesalkan peristiwa itu karena informasi yang saya terima, ini kendaraan di-setop, akan di-setop oleh polisi karena dicurigai, kemudian akan menabrak anggota polisi," kata Tito di gedung sekolah Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/4).
"Sehingga anggota polisi itu beranggapan ini adalah pelaku kejahatan. Kemudian dikejar. Karena dikejar dan dilakukan penembakan peringatan tidak berhenti diduga pelaku kejahatan, sehingga akhirnya ditembak dan mengakibatkan ada keluarga yang meninggal. Saya sangat menyesalkan inilah sebetulnya pentingnya kemampuan diskresi kepolisian," beber Tito.
Tito mengharapkan anggota bisa lebih menahan diri sebelum tergesa-gesa melepaskan tembakan. Tujuannya agar hal seperti di Lubuklinggau bisa dihindari.
"Anggota harus mempunyai kemampuan menilai secara subjektif apa yang dihadapinya saat itu dan kemudian melakukan tindakan yang tepat dalam rangka untuk menjaga keselamatan publik," pungkas Tito.
Ditambahkan Syafruddin, Polri akan menurunkan Propam untuk menginvestigasi anggota polisi yang membrondong tembakan ke mobil tersebut. Sementara Kapolda Sumsel, Irjen Agung Budi Maryoto, berjanji bakal menindak tegas anggotanya jika terbukti bersalah atau melanggar SOP.
"Prinsip saya tindak tegas anggota yang bersalah," pungkas Agung.
-
Kenapa polisi menduga keluarga itu bunuh diri? Mereka tidak ditemukan unsur kekerasan di lokasi kejadian. "Kalau melihat kondisi rumah, rumah hanya satu pintu ke depan. Di belakang ada jendela, tetapi tidak ada kerusakan sama sekali. Pintu juga tidak rusak, barang-barang dalam kamar masih tersusun rapi," jelas AKP Gandha Syah Hidayat di lokasi kejadian, Selasa (12/12).
-
Apa yang membuat polisi curiga dengan tali yang dipakai mengikat satu keluarga? "DNA yang ada di tali ya, yang ditemukan di TKP (tempat kejadian perkara). Satu melekat pada korban dan satu masih satunya terlepas dari korban. Itu yang kami lakukan pemeriksa intinya itu," ucapnya, Senin (18/3).
-
Mengapa polisi mengancam akan menjerat keluarga para pelaku? Polisi mengancam keluarga dapat dijerat Pasal 221 KUHP karena dianggap menyembunyikan atau penghalang pelaku kejahatan.
-
Kapan gadis tersebut melapor ke polisi? Korban merupakan warga Old City, Hyderabad. Dia berjalan sendirian ke kantor polisi dua tahun lalu dan mengajukan laporan terhadap ayahnya.
-
Apa yang dilakukan polisi kepada pemuda itu? Saat mereka berdua keluar tol, pemuda tersebut langsung diajak makan oleh anggota Polri yang tidak diketahui namanya itu. Pasalnya, pemuda tersebut belum makan dan masih harus melakukan perjalanan yang cukup panjang.“Ayo nanti keluar tol kita makan dulu, ya. Kita sarapan dulu, ya,” kata Polisi. Sesampainya di tempat makan, pemuda tersebut pun manghabiskan makanannya dengan lahap. Ia mengaku sudah kehabisan energi untuk berjalan kaki. Setelah makan, Polisi tersebut memberikan sejumlah uang dan sembako kepada pemuda itu untuk ongkos naik kendaraan umum dan bekal selama di rumah.“Buat bekal, buat ongkos ini, ya, cukup ya. Ini sembako buat bawa balik. Hati-hati di jalan, ya
-
Bagaimana polisi menangani dua pria yang bertengkar di acara hajatan tersebut? Demi mengembalikan kesadaran para pelaku, polisi pun melakukan tindakan. Keduanya diguyur air kolam yang berlokasi di kantor setempat.
Baca juga:
Bocah korban penembakan: dor, dor, kepalaku luka karena polisi
Kapolres Lubuk Linggau akui keliru dalam insiden penembakan
Polisi sebut Honda City diberondong tembakan pakai pelat bodong
Ini kata Kapolri anak buahnya tembaki mobil di Lubuklinggau
Ini video usai polisi menembaki sekeluarga dalam Honda City
Sopir Honda City hindari razia karena STNK mati dan tak punya SIM
Mabes Polri dalami aksi penembakan polisi di Lubuk Linggau