Skandal Hambalang, DPR akan gunakan hak interpelasi
Setelah BAKN menelaah hasil investigasi BPK, DPR akan panggil Presiden untuk dimintai pertanggungjawaban.
Rekomendasi Badan Akuntabilitas Keuangan Negara atau BAKN DPR agar DPR menggunakan hak bertanya atau hak interpelasi kepada pemerintah atas skandal Hambalang, bergerak cepat. Tak hanya Fraksi PDIP yang selama ini getol mempersoalkan skandal itu, tetapi juga fraksi-fraksi lain yang dikenal sebagai koalisi pemerintah.
Minggu (18/11) kemarin, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menggelar jumpa pers untuk menegaskan sikap fraksinya yang menyetujui pembentukan panitia khusus DPR untuk mengusut kasus Hambalang. Pansus ini akan mendorong penggunaan hak interpelasi sebagaimana direkomendasikan BAKN.
"Kita akan panggil presiden. Ini penting karena presiden sebagai penanggungjawab anggaran dan penanggungjawab negara. Dia harus menjelaskan proyek yang tadinya Rp 120 miliar menjadi triliunan rupiah," tegas Bambang.
Selain Fraksi Golkar, menurut Bambang fraksi-fraksi lain di DPR juga setuju untuk diadakan interpelasi. "Golkar mendorong hak interpelasi dalam kasus Hambalang. Beberapa fraksi juga setuju, kecuali Fraksi Demokrat," imbuhnya.
Sebelumnya, Kamis (15/11) lalu, BAKN menyampaikan hasil telaah kasus Hambalang kepada pimpinan DPR. Telaah dilakukan terhadap Laporan Hasil Investigasi (Tahap I) Pembangunan Proyek Hambalang yang diserahkan BPK kepada DPR, 30 Oktober 2012.
Menurut BAKN, BPK ragu-ragu dalam memaparkan hasil audit investigasinya. Laporan BPK menggunakan kata "dugaan", padahal hasil audit investigasi jelas menunjukkan adanya banyak penyimpangan. Meskipun demikian, setelah menelaah laporan BPK tersebut, BAKN memberikan beberapa rekomendasi kepada pimpinan DPR.
Pertama, meminta DPR menggunakan hak interpelasi atau hak bertanya kepada pemerintah untuk menjelaskan mengenai temuan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang. Kedua, meminta pertanggungjawaban Komisi X dan Kelompok Kerja Anggaran DPR bertanggungjawab atas proses pembahasan dan persetujuan proyek Hambalang.
Ketiga, meminta PPATK untuk melakukan penelusuran aliran dana yang menyebabkan kerugian negara sampai Rp 243,6 miliar. Indikasi kerugian ini berasal dari selisih pembayaran uang muka pekerjaan konstruksi yang sudah dilaksanakan, yakni Rp 116,93 miliar ditambah kelebihan harga pelaksanaan konstruksi Rp 126,734 miliar.
Keempat, meminta KPK menuntaskan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus Hambalang, mengingat BPK telah membuktikan adanya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pengelolaan proyek.