Soal mantan napi boleh maju Pilkada, KPK yakin rakyat pintar memilih
"Korupsi itu kan masalah serius, masyarakat pasti tahu itu," tegasnya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan berkomentar banyak terkait wacana Komisi II DPR yang membolehkan bekas terpidana mencalonkan diri sebagai kepala daerah. KPK menyerahkan sepenuhnya kepada undang-undang yang berlaku soal pencalonan kepala daerah.
"Aturan yang lama juga begitu kan? Tapi ada syarat mereka untuk mempublikasikan status mereka itu," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, Kamis (1/9).
Menurut Priharsa, sekalipun calon tersebut lolos seleksi dalam pilkada nanti, masyarakat tidak serta merta mudah memilih sosok tersebut. Saat ini, kata dia, rakyat Indonesia semakin pintar berdemokrasi dan memilih calon pemimpinnya.
"Korupsi itu kan masalah serius, masyarakat pasti tahu itu," tukasnya.
Dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 7 huruf (g) menyebutkan bahwa pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Wali Kota menjadi Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Diketahui, Komisi II DPR sedang membahas pemberian peluang kepada terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan untuk bisa mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy mengatakan, hal ini masih sebatas dalam pembahasan belum tentu disahkan.
"Perdebatan di Komisi II DPR RI antara fraksi, Anggota Komisi II, KPU RI, Bawaslu RI dan Pemerintah khususnya tentang ketentuan apakah terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan boleh mendaftar sebagai calon kepala daerah belum selesai," kata Lukman melalui pesan singkat, Selasa (30/8).