Sudah Masuk Prolegnas 2021, Anggota DPR Ini Ungkap Bocoran Hasil Revisi UU ITE
Desakan terhadap Pemerintah dan DPR untuk menghapuskan sejumlah pasal karet dalam Revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terus disuarakan. Revisi UU ITE telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Desakan terhadap Pemerintah dan DPR untuk menghapuskan sejumlah pasal karet dalam Revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terus disuarakan. Revisi UU ITE telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengungkap kalau pihaknya lebih memilih menata ulang pasal-pasal yang dimaksud karet, ketimbang menghapusnya.
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Kenapa revisi UU ITE jilid II ini dianggap penting? Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
-
Kapan revisi UU ITE jilid II mulai berlaku? Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
-
Siapa yang merespons revisi UU MD3 masuk Prolegnas Prioritas? Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek merespons kabar revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2024.
-
Bagaimana sikap Baleg terkait revisi UU MD3? Awiek memastikan, tidak ada rencana membahas revisi UU MD3. Apalagi saat ini DPR sudah memasuki masa reses. "Tapi bisa dibahas sewaktu-waktu sampai hari ini tidak ada pembahasan UU MD3 di Baleg karena besok sudah reses," tegas dia.
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dibahas? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
"Jadi memang ada perbedaan, saya menangkap ada sejumlah elemen masyarakat sipil yang menghendaki misalnya pasal-pasal seperti Pasal 27 Ayat 3 kemudian Pasal 28 Ayat 2 itu kan dihapus," kata Arsul saat diskusi daring ICJR, dengan tema 'JANGAN TAKUT!: Memperkuat Perlindungan Warga Negara Melalui Perubahan UU ITE', Rabu (29/9).
"Nah saya melihat semangat ini, saya bocorkan sedikitlah paling tidak yang ada di Senayan barangkali tidak akan menghapus itu. Tetapi kami harus menata ulang masalah itu termasuk dalam proposal paling tidak fraksi saya, dan satu, dua fraksi yang juga sudah kami ajak bicara," tambahnya.
Sehingga kedua pasal tersebut hanya perlu ditata dan disesuaikan, di mana Pasal 27 Ayat 3 yang berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan maksud diketahui orang lain yang dilakukan melalui sarana informasi elektronik, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik".
Dan pasal, Pasal 28 Ayat 3 "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menghasut, mengajak, atau mempengaruhi sehingga menggerakkan orang lain, mendistribusikan, dan/atau mentransmisikan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, kebangsaan, ras, atau jenis kelamin, yang dilakukan melalui sarana informasi elektronik, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik."
"Tidak kemudian bisa mengurangi atau bahkan bisa menutup apa yang dirasakan oleh berbagai kalangan elemen masyarakat sipil apa membuka peluang untuk terjadinya dalam tanda kutip, yang sering disebut sebagai kesewenangan penegak hukum seperti itulah," katanya.
Dia pun memahami, penyebab desakan menghapuskan pasal tersebut, didasari akibat tindakan petugas yang langsung membawa, menangkap, atau menahan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak harus ditahan.
"Nah di kita, artinya kalau pasal itu ada tetapi keinginannya ancaman itu harus diturunkan. Sekarang ini kan kewenangan menahan diberikan kepada penegak hukum penyidik polri untuk tindak pidana yang ancamannya 5 tahun ke atas," jelasnya.
Penataan ulang itu, kata Arsul, bisa dilakukan melalui berbagai masukan. Semisal bila banyak masyarakat yang mengeluhkan penahanan oleh aparat hanya karena dasar ancamannya pidana di atas lima tahun, itu bisa menjadi saran.
Dari diskusi internal di Komisi III, Arsul mengungkapkan, kalau pasal ini tidak bisa diubah ancaman hukumannya maka ketika revisi KUHP, hukumannya harus kita naikkan untuk tindak pidana bagi penyidik bisa melakukan penahanan.
"Ya kalau sekarang 5 tahun, ya harus kita naikkan aja jadi 7 tahun itu cara paling gampang sebetulnya untuk mengurangi. Memang tidak selalu mudah untuk merumuskan, memformulasi pasal itu. Tapi hemat saya kalau bisa direformasi pasalnya, harus ada penjelasan yang komprehensif atas pasal atau ayat dari itu," tegasnya.
Selain itu, Arsul juga meminta kepada para kelompok masyarakat sipil untuk memberikan masukan-masukan kepada warga yang saat ini merasa terancam atas kebebasan berpendapatnya.
"Tapi artinya karena ini DIM (daftar isian masalah) ada di DPR, saya kira teman 2 ICJR dan koalisi nantinya sama dengan seperti RUU terorisme dan KUHP bisa membantu dengan membuat DIM dengan memberikan reformasi penjelasan pasal," ujarnya.
Baca juga:
Revisi UU ITE hingga RKUHP Masuk Prolegnas Prioritas 2021
DPD PDIP Bali Laporkan Akun Twitter yang Sebut Megawati Meninggal Dunia
Polda Sumbar Mediasi Kasus Perselisihan Bupati Solok dengan Ketua DPRD
Protes Seleksi CPNS Dosen, Akademisi Unsyiah Jadi Tersangka UU ITE
Usai Diperiksa, YouTuber Muhammad Kece Ditahan 20 Hari di Rutan Bareskrim
Dinilai Langgar UU ITE, 21 Video Muhammad Kece di Youtube dan TikTok Diblokir Kominfo