Sultan tetapkan Yogya status darurat bencana selama sepekan
Dengan dikeluarkannya status tersebut, pemerintah kabupaten serta provinsi dapat menggunakan dana cadangan masing-masing. Pemda DIY telah menyiapkan dana tidak terduga bencana mencapai Rp 14 miliar.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menetapkan Yogyakarta berstatus siaga darurat bencana selama sepekan. Keputusan ini menyikapi cuaca ekstrem yang mengakibatkan bencana banjir, longsor, dan angin kencang beberapa hari terakhir.
"Karena hujan ekstrem menurut BMKG berlangsung tiga hari, ya kita daruratnya satu minggu," kata Sultan seusai rapat koordinasi dengan jajaran BPBD DIY di Kantor Kepatihan, Yogyakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (29/11).
-
Siapa yang menemui Sri Sultan HB X di Yogyakarta? Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap isi pertemuannya dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X di Keraton Klien Yogyakarta, pada Minggu (28/1).
-
Apa yang dirancang Sri Sultan Hamengku Buwono I di Keraton Yogyakarta? Arsitektur dari Keraton Yogyakarta juga sepenuhnya dirancang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Bahkan, semua hiasan dan juga tumbuh-tumbuhan yang ditanam di kompleks keraton dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki nilai filosofis dan spiritual yang tinggi.
-
Mengapa Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah ke Yogyakarta? Setelah itu, nama Yogyakarya sebagai ibu kota kerajaannya menjadi lebih populer.
-
Dari mana Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah ke Yogyakarta? Tepat hari ini, 7 Oktober pada 1756 Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah dari Kebanaran menuju Yogyakarta.
-
Kapan Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah dari Kebanaran ke Yogyakarta? Tepat hari ini, 7 Oktober pada 1756 Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah dari Kebanaran menuju Yogyakarta.
-
Apa yang menjadi dasar pendirian Kesultanan Yogyakarta? Kesultanan Yogyakarta didirikan pada tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian politik yang mengubah peta kekuasaan di Pulau Jawa.
Dengan dikeluarkannya status tersebut, pemerintah kabupaten serta provinsi dapat menggunakan dana cadangan masing-masing untuk melakukan perbaikan maupun membantu berbagai keperluan warga terdampak bencana.
"Untuk mengeluarkan (dana tak terduga) dasarnya dari pernyataan gubernur yang ditindaklanjuti dengan keputusan bupati," kata dia.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) DIY Krido Suprayitno menjelaskan, peningkatan status siaga darurat mempertimbangkan terus bertambahnya titik bencana di DIY yang dipicu cuaca ekstrem akibat siklon tropis Cempaka.
"Intensitas hujan yang tinggi dan kejadian bencana yang bertambah menjadi latar belakang penetapan siaga darurat," kata dia.
Dengan penetapan siaga itu, menurut Krido, pemerintah kabupaten/kota akan ikut terlibat dengan mengoptimalkan sumber daya manusia maupun keuangan yang dimiliki. "Kabupaten/kota bisa mengoptimalkan dulu dana tak terduga yang dimiliki baru kalau ada kekurangan akan ditambah dari provinsi," kata dia.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) DIY, Bambang Wisnu Handoyo mengatakan Pemda DIY telah menyiapkan dana tidak terduga bencana mencapai Rp 14 miliar. Dengan adanya status siaga darurat, dana ini bisa dicairkan untuk membantu penanganan bencana di kabupaten/kota.
"Jadi provinsi sifatnya mem-backup saja. Kabupaten/kota bisa mengusulkan sesuai kebutuhan apabila dana tak terduga masing-masing tidak mencukupi," kata dia.
Berdasarkan data terakhir dari Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) BPBD DIY hingga Rabu (29/11), di Kota Yogyakarta teridentifikasi lokasi terdampak bencana angin kencang mencapai 9 titik, tanah longsor 9 titik dengan jumlah warga terdampak mencapai 151 orang dan tiga meninggal dunia.
Di Kabupaten Bantul terdapat 67 titik dampak bencana angin kencang, 45 titik tanah longsor, dan 31 titik bencana banjir dengan jumlah warga terdampak mencapai 4.756 orang dan 1 orang meninggal dunia.
Selanjutnya di Kabupaten Kulon Progo tercatat 20 titik bencana angin kencang, 27 titik tanah longsor, dan 6 titik bencana banjir dengan jumlah warga terdampak mencapai 58 orang dan korban luka 3 orang.
Sementara di Kabupaten Gunung Kidul, bencana angin kencang 9 titik, tanah longsor 9 titik, dan banjir 44 titik dengan jumlah warga terdampak mencapai 3.276, dua orang luka-luka, dan satu meninggal dunia.
Di Kabupaten Sleman, bencana angin kencang terpantau di 17 titik, tanah longsor 15 titik, dan banjir 28 titik dengan jumlah warga terdampak mencapai 214 orang.
(mdk/noe)