Peristiwa 6 Agustus 1717: Kelahiran Hamengku Buwono I, Arsitek Kerajaan dan Raja Pertama Kesultanan Yogyakarta
Selain Pendiri dan Raja Pertama Kesultanan Yogyakarta, Hamengku Buwono I juga sosok arsitek kerajaan.
Sri Sultan Hamengkubuwana I memerintah Kesultanan Yogyakarta tahun 1755 - 1792.
Peristiwa 6 Agustus 1717: Kelahiran Hamengku Buwono I, Pendiri dan Raja Pertama Kesultanan Yogyakarta
Hamengkubuwana I, yang lahir pada 6 Agustus 1717, merupakan sosok penting dalam sejarah Indonesia sebagai pendiri Kesultanan Yogyakarta. Lahir dengan nama Raden Mas Sujana, setelah dewasa ia mendapat gelar Pangeran Mangkubumi.
Ia merupakan putra Amangkurat IV susuhunan Mataram kedelapan, yang lahir dari selir bernama Mas Ayu Tejawati. Sejak kecil, ia dididik dengan disiplin, utamanya dalam hal ilmu Agama Islam, olah keprajuritan, ilmu tata kota/arsitek, dll.
Seperti dituturkan dalam Serat Cebolek, dalam kesehariannya ia terkenal shaleh, taat beribadah (selalu sholat lima waktu, rajin puasa Senin Kamis dan mengaji Al Quran. Selain itu, ia juga ahli dalam strategi perang, berkuda dan mahir menggunakan berbagai macam senjata, terutama tombak.
Kelak, sebagai peletak dasar budaya Mataram, ia akan memberikan signifikasi yang amat berarti bagi seluruh masyarakat Yogyakarta. Berikut kisah Hamengku Buwono i, pendiri sekaligus raja pertama kesultanan Yogyakarta yang masih berdisi hingga saat ini.
-
Apa yang dirancang Sri Sultan Hamengku Buwono I di Keraton Yogyakarta? Arsitektur dari Keraton Yogyakarta juga sepenuhnya dirancang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Bahkan, semua hiasan dan juga tumbuh-tumbuhan yang ditanam di kompleks keraton dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki nilai filosofis dan spiritual yang tinggi.
-
Kapan Sri Sultan Hamengkubuwono II memerintah? Ia memerintah pada kurun waktu tahun 1792-1828.
-
Mengapa Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah ke Yogyakarta? Setelah itu, nama Yogyakarya sebagai ibu kota kerajaannya menjadi lebih populer.
-
Kapan Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah dari Kebanaran ke Yogyakarta? Tepat hari ini, 7 Oktober pada 1756 Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah dari Kebanaran menuju Yogyakarta.
-
Dari mana Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah ke Yogyakarta? Tepat hari ini, 7 Oktober pada 1756 Sri Sultan Hamengku Buwono I pindah dari Kebanaran menuju Yogyakarta.
-
Siapa yang menjenguk Budiono? Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Sosial Kota Semarang, Heroe Soekandar, menjenguk dan memberi bantuan sembako serta kasur untuk Budiono.
Asal-Usul Kesultanan Yogyakarta
Kesultanan Yogyakarta didirikan pada tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian politik yang mengubah peta kekuasaan di Pulau Jawa.
Pada abad ke-18, Kesultanan Mataram, yang merupakan kekuatan dominan di wilayah Jawa Tengah, mengalami perpecahan dan ketegangan internal yang mengakibatkan melemahnya kekuasaan kerajaan.
Konflik politik dan perebutan kekuasaan antara faksi-faksi di dalam Mataram memuncak ketika VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda campur tangan dalam urusan kerajaan, memperburuk situasi yang sudah tidak stabil.
Pada tahun 1755, perjanjian penting yang dikenal sebagai Perjanjian Giyanti ditandatangani antara VOC dan Sultan Mataram, yang pada saat itu dikuasai oleh Pakubuwono II.
Perjanjian ini membagi wilayah Mataram menjadi dua kesultanan: Kesultanan Yogyakarta di bagian selatan dan Kesultanan Surakarta di bagian utara.
Perjanjian ini dirancang untuk mengurangi kekuatan Mataram dan membagi kekuasaan yang tersisa antara dua kesultanan yang lebih kecil, dengan harapan untuk menciptakan stabilitas dan kontrol yang lebih baik atas wilayah tersebut.
Raden Mas Sujana atau Hamengku Buwono I Menjadi Raja Pertama Kesultanan Yogyakarta
Hamengku Buwono I, yang lahir dengan nama asli Raden Mas Sujana pada 6 Agustus 1717, adalah pendiri dan Sultan pertama Kesultanan Yogyakarta.
Lahir di lingkungan keraton Mataram, beliau tumbuh dalam atmosfer politik dan budaya yang kental dengan tradisi Jawa.
Pada masa kecilnya, Raden Mas Sujana menunjukkan kecerdasan dan keterampilan kepemimpinan yang luar biasa, yang kelak akan membantunya dalam mendirikan dan memimpin Kesultanan Yogyakarta.
Setelah sejumlah peristiwa penting dalam sejarah, termasuk perpecahan dengan Kesultanan Mataram, beliau berhasil memanfaatkan situasi untuk mendirikan kerajaan baru yang menjadi simbol kekuatan dan kestabilan di Jawa Tengah.
Melalui berbagai proses dan perundingan, terutama setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Raden Mas Sujana diangkat sebagai Sultan pertama Kesultanan Yogyakarta dengan gelar Hamengku Buwono I.
Kesultanan ini didirikan sebagai hasil dari pembagian wilayah Mataram yang lebih besar, di mana wilayah Yogyakarta menjadi salah satu kesultanan yang baru berdiri.
Hamengku Buwono I berhasil mendirikan dan memperkuat kesultanan ini dengan cermat, memastikan stabilitas politik dan keamanan di wilayahnya di tengah berbagai tantangan dan konflik yang ada.
Di bawah kepemimpinan Hamengku Buwono I, Kesultanan Yogyakarta mengalami perkembangan pesat dalam berbagai aspek, termasuk administrasi, budaya, dan militer.
Beliau dikenal dengan pendekatan diplomatis dan strategi politik yang cermat, yang membantunya menjalin hubungan yang baik dengan kekuatan kolonial Belanda.
Kemampuan Hamengku Buwono I dalam mengelola hubungan internasional dan internal secara efektif memainkan peran penting dalam menjaga kedaulatan dan integritas wilayahnya.
Seorang Arsitek Kerajaan
Melansir laman kratonjogja.id, dalam Babad Nitik Ngayogya, digambarkan mengenai kebijaksanaan dan kearifan Sultan Hamengku Buwono I.
Juga disebutkan mengenai kecerdasan beliau terkait ilmu tata kota dan arsitektur.
Dalam menentukan posisi Keraton Yogyakarta, menurut catatan itu, beliau mempertimbangkan letak dan keadaan lahan agar berpotensi menyejahterakan dan memberi keamanan untuk penduduk Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta yang berdiri kokoh hingga saat ini menempati posisi yang sangat strategis. Terdapat batas-batas alam berupa Kali Code di sebelah timur dan Kali Winongo di sebelah barat. Di sebelah utara dibatasi oleh Gunung Merapi, sementara di selatan berbatasan dengan pantai Laut Selatan.
Arsitektural Keraton Yogyakarta sendiri sepenuhnya dirancang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I yang juga merupakan arsitek Keraton Surakarta.
Tidak hanya tata ruang dan bangunannya, semua hiasan bahkan tumbuh-tumbuhan yang ditanam di kompleks keraton dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki nilai filosofis, dan spiritual yang tinggi.
Selain kompleks keraton, Sri Sultan Hamengku Buwono juga membangun kompleks istana air Taman Sari.
Atas hasil karya serta karakter kuat Sri Sultan Hamengku Buwono I, sejarawan menjuluki beliau sebagai “a great builder”, sejajar dengan Sultan Agung.
Peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I bagi Yogyakarta begitu besar. Beliau mencetuskan konsep Watak Satriya seperti: Nyawiji (konsentrasi total), greget (semangat jiwa), sengguh (percaya diri) dan ora mingguh (penuh tanggung jawab).
Konsep-konsep luhur ini menjadi credo atau prinsip bagi Prajurit Keraton, Abdi Dalem, dan juga gerak tari yang disebut Joged Mataram.
Sri Sultan Hamengku Buwono I juga mengajarkan falsafah golong gilig manunggaling kawula Gusti (hubungan yang erat antara rakyat dengan raja dan antara umat dengan Tuhan) serta Hamemayu Hayuning Bawono (menjaga kelestarian alam).
Semuanya menjadi nilai-nilai utama yang menjadi pedoman karakter tidak hanya bagi keraton tetapi juga masyarakat Yogyakarta.
Berita Terpopuler
Arsjad Rasjid Minta Bantuan Jokowi Atasi Kisruh Pengangkatan Anindya Bakrie Sebagai Ketua Kadin
Pimpinan KPK 'Curhat' Sulit Bertemu Jokowi, Istana Jelaskan Alasannya
Ahmad Luthfi Ungkap Pesan Jokowi untuk Dirinya, Tuntaskan Masalah di Jateng
VIDEO: Prabowo Ucapkan Kata Menyentuh Bikin Jokowi Terharu, Luhut Datang Beri Hormat
VIDEO: Menohok Pesan Jokowi Depan Prabowo "Jangan Bikin Kebijakan Ekstrem Rugikan Rakyat!"