Sumsel Terancam El Nino Moderat, Ini Tiga Dampak yang Harus Diwaspadai
Sejumlah wilayah di Indonesia diperkirakan terdampak El Nino, termasuk Sumatera Selatan. Puncaknya diprediksi terjadi pada Agustus-Oktober 2023.
Sejumlah wilayah di Indonesia diperkirakan terdampak El Nino, termasuk Sumatera Selatan. Puncaknya diprediksi terjadi pada Agustus-Oktober 2023.
Sumsel Terancam El Nino Moderat, Ini Tiga Dampak yang Harus Diwaspadai
El Nino merupakan kebalikan dari La Nina, yang merupakan fase dari fenomena siklus iklim global yang dikenal sebagai El Niño-Southern Oscillation (ENSO). Jika La Nina umumnya membawa hujan, El Nino justru membawa musim kemarau di berbagai kawasan, termasuk sebagian wilayah Indonesia.
- Menilik Sejarah Suksesi Panglima TNI, dari Jenderal Sudirman Hingga Agus Subiyanto
- Waspada El Nino, 'Si Bocah' Penyebab Kemarau Panjang
- Modal Paspor, Warga Negara Asing Boleh Beli Rumah di Indonesia dan Bisa Diwariskan
- Wishnutama Soal Calon Dubes Indonesia Untuk AS: Belum Tahu, Jangan Kebanyakan Mimpi
Fenomena El Nino terjadi ketika suhu permukaan laut di kawasan Pasifik timur dan tengah mengalami peningkatan signifikan, sebaliknya La Niña terjadi ketika suhu permukaan laut di kawasan Pasifik timur mengalami penurunan signifikan.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan El Nino moderat berdampak pada peningkatan kekeringan yang cukup ekstrem dan perlu diwaspadai imbasnya.
El Nino moderat berarti terjadi kekeringan akibat penurunan curah hujan hingga 70 persen. Berdasakan analisis, potensi itu terjadi di Kalimantan dan Sumatera.
Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Sumsel Nandang Pangaribowo mengungkapkan, El Nino moderat di Sumsel diprediksi bersamaan dengan puncak musim kemarau pada Agustus-Oktober 2023. Saat itu, curah hujan sangat rendah, yakni tak lebih dari 50 mms.
Kondisi ini menyebabkan ancaman bagi sektor pertanian, kesehatan, potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Karhutla akan ditunjukkan dengan meningkatnya hotspot atau titik panas.
Dia menyebut El Nino akan berlangsung hingga akhir tahun dan diharapkan dapat kembali ke kondisi normal.
"Patut diwaspadai ancaman yang berdampak pada kekeringan di wilayah pertanian, meningkatnya potensi karhutla, dan kesehatan. Debu akan meningkat saat puncak kemarau karena kualitas udara buruk."
Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Sumsel Nandang Pangaribowo , Kamis (3/8).
Oleh karena itu, pihaknya mengingatkan pemerintah daerah untuk mengambil langkah cepat agar ketiga ancaman itu bisa diminimalisir. Terlebih karhutla menjadi langganan pada musim kemarau.
"Kami minta pemerintah daerah untuk berhati-hati, ambil langkah antisipasi," imbaunya.