Tahun 2020, LBH Pers Temukan Peretasan Media Online Terkait Pemberitaan Obat Covid
"Dari 10 kasus ini semuanya menggunakan Undang-Undang ITE, Pasal 27 Ayat 3 (tentang) pencemaran nama baik dan penghinaan dan Pasal 28 Ayat 2 terkait dengan ujaran kebencian."
Tahun 2020 menandai pola baru serangan terhadap dunia pers di Indonesia. Serangan itu dalam bentuk peretasan terhadap laman situs media massa online.
Lembaga Bantuan Hukum Pers mengungkap, di tahun 2020 serangan itu menyasar media seperti Tempo dan Tirto.id. Direktur LBH Pers, Ade Wahyudi menduga serangan tersebut berkaitan dengan pemberitaan media-media tersebut.
-
Apa jenis penipuan yang marak terjadi belakangan ini? Salah satunya yang marak belakangan ini adalah social engineering bermodus penipuan melalui permintaan untuk mengklik sebuah file undangan pernikahan berformat APK di WhatsApp (WA).
-
Kapan Luweng Wareng terbentuk? Gua ini terbentuk ribuan tahun lalu akibat proses geologi amblasnya tanah dan vegetasi yang ada di atasnya ke dasar bumi.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Apa yang membuat wartawan dibunuh? Daftar wartawan di Indonesia yang tewas dibunuh usai meliput kasus sensitif.
-
Kapan Sumpah Pemuda diikrarkan? Setiap tanggal 28 Oktober selalu diperingati sebagai hari yang sangat bersejarah bagi para pemuda di Indonesia. Ya, hari itu biasa dikenal sebagai Hari Sumpah Pemuda. Pada tahun 2023 ini, Sumpah Pemuda akan masuk pada tahun yang ke-95 sejak pertama kali diucapkan pada 1928.
"Terjadi serangan digital pada Tempo, Tirto dan beberapa media lainnya. Dan diduga serangan ini berkaitan dengan pemberitaan obat Covid," kata Ade dalam Rilis Tahunan LBH Pers melalui daring pada Selasa (12/1).
Dugaan itu bukan tanpa alasan, Ade menuturkan bahwa setiap kali media yang mengalami peretasan selalu saja artikel berita soal obat Covid-19 menghilang.
"Setiap berita yang diretas ada berita yang hilang terkait dengan obat Covid," katanya.
LBH Pers memandang peretasan tersebut jelas ada kaitannya dengan pemberitaan soal obat Covid-19.
"Kesimpulan sementara ini ada kaitannya dengan pemberitaan terkait obat Covid," tuturnya.
Ade mengungkapkan terjadi peningkatan serangan terhadap awak media selama 2020. LBH Pers mencatat peningkatan sebanyak 32 persen dibanding tahun sebelumnya. Hingga total serangan pada 2020 sebanyak 117 kasus.
Dari 117 kasus itu sebagian besar berupa serangan verbal maupun intimidasi, yakni sebanyak 51 kasus. Sementara serangan digital berupa peretasan sebanyak 12 kasus.
Dua Kasus Kriminalisasi Jurnalis
Selanjutnya, LBH Pers juga menemukan 10 jurnalis yang diskriminalisasi. Dua di antaranya sudah mendapatkan vonis penjara.
"Kemudian kriminalisasi ada dua kasus, kriminalisasi ini dua kasus itu divonis oleh pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri Buton dan Pengadilan Negeri Kota Baru," kata Ade.
Ade menganggap pemenjaraan terhadap dua jurnalis tersebut merupakan sebuah preseden buruk bagi dunia pers Tanah Air.
"Dan semuanya itu dipenjara, divonis bersalah. Ini menjadi preseden yang sangat buruk bagi tahun 2020 karena ada dua jurnalis yang divonis pidana," ujar Ade.
Dampaknya, kata Ade bakal mengganggu kerja-kerja jurnalistik jika pers dapat dikriminalisasi. Sementara untuk delapan kasus lainnya masih dalam proses.
"Dari 10 kasus ini semuanya menggunakan Undang-Undang ITE, Pasal 27 Ayat 3 (tentang) pencemaran nama baik dan penghinaan dan Pasal 28 Ayat 2 terkait dengan ujaran kebencian," kata dia.
Peningkatan 117 Kasus Kekerasan Jurnalis
LBH Pers mengungkap jumlah kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2020. Tahun ini disebut menjadi tahun terburuk bagi dunia pers Tanah Air sejak era reformasi.
Pada tahun ini kekerasan terhadap jurnalis meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya. Tak tanggung-tanggung peningkatannya pun disebut cukup signifikan jika dibanding 2019.
"Tahun 2020 jumlah kekerasannya paling banyak pasca reformasi, jadi ya artinya tahun 2020 tahun yang terburuk pasca reformasi bukan hanya di era Jokowi saja. Memang dari 1998 sampai sini yang melebihi angka 100 (kasus) itu tahun 2020," tuturnya.
Ade mengungkap, tahun 2020 LBH Pers mencatat adanya 117 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis di Indonesia. Angka ini mengalami peningkatan hingga 32 persen ketimbang tahun 2019.
"Meningkat drastis dari tahun sebelumnya, yaitu (lebih dari) 30 persen," katanya.
Arena demonstrasi merupakan tempat paling rawan bagi jurnalis untuk mengalami kekerasan. Menurut Ade, dari 117 kasus kekerasan tersebut sebagaimana besar terjadi di dalam demonstrasi.
"Meliput demonstrasi Omnibus Law gitu ya itu menjadi kasus yang terbanyak, bahkan lebih dari 70 kasus itu berasal dari meliput demonstrasi Omnibus Law," ucapnya.
Dijelaskan Ade, alasan jurnalis kerap mendapatkan kekerasan saat meliput dalam demonstrasi lantaran mereka mengabadikan tindak kekerasan yang dilakukan aparat terhadap massa aksi.
Menurut Ade sebenarnya polisi di lapangan tidak menargetkan jurnalis, tetapi karena jurnalis sedang mendokumentasikan sebuah peristiwa kekerasan, maka mereka pun kerap turut menjadi sasaran kekerasan.
"Baik itu menghapus (file), alatnya dirampas, atau bahkan ditangkap itu terjadi. Dan di sebelumnya (2019) gak ada penangkapan, tapi di tahun 2020 ada penangkapan dan saya pikir ini jadi hal yang cukup berbahaya ya," ujar Ade.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber : Liputan6.com
Baca juga:
LBH Pers Sebut Kasus Kekerasan Jurnalis Terbanyak Ketika Meliput Demo Omnibus Law
Sepanjang 2020, Terjadi 117 Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis
Jurnalis Tempo Alami Dugaan Peretasan Akun Usai Tulis Berita Korupsi Bansos
AJI: 2020 Tahun Kelam Bagi Jurnalis Indonesia
Wartawan Radio di Filipina Tewas Ditembak di Luar Rumahnya
Rekonstruksi Pembunuhan Wartawan Demas Laira, Pelaku Tusuk Korban di Adegan Ke-31