Tak sesuai kontrak, PT Sandipala geram jatah cetak e-KTP dikurangi
Tak sesuai kontrak, PT Sandipala geram jatah cetak e-KTP dikurangi. Dalam kesaksiannya, Paulus mengaku geram karena jatah proyeksi perusahaannya dalam mencetak kartu e-KTP dikurangi lantaran penandatanganan kontrak sudah dilakukan.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat kembali membuka sidang ke-14 kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan dua terdakwa Irman dan Sugiharto. Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos pun memberikan kesaksiannya melalui teleconference dari Singapura.
Dalam kesaksiannya, Paulus mengaku geram karena jatah proyeksi perusahaannya dalam mencetak kartu e-KTP dikurangi lantaran penandatanganan kontrak sudah dilakukan.
"Berdasarkan kontrak berapa jumlah yang harus dicetak?" Tanya ketua hakim John Halasan Butar Butar kepada Paulus, Kamis (18/5).
"Kontrak dalam dua tahun ada 172 juta sekian. Kami (Sandipala Arthaputra) mendapat jatah 60 persen jadi kurang lebih 103 juta," ujar Paulus.
Sedangkan 40 persen dari pengerjaan pencetakan kartu e-KTP dilakukan oleh PNRI. Namun, selang beberapa bulan kemudian sekitar bulan Desember 2011, ada sebuah rapat pertemuan dengan mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraeni.
Pada pertemuan itulah menurut Paulus pengurangan jatah produksi untuk PT Sandipala Arthaputra dikurangi. Paulus sendiri mengaku tidak pernah diajak dalam pertemuan tersebut.
"Porsi Sandipala seharusnya 60 persen 103 juta, kami memesan mesin dari Jerman saat proyek baru dimulai data yang masuk sedikitnya 4 juta data, secara sepihak diadakan rapat di kantor Sekjen di sana saya tidak diundang," ujar Paulus.
"Tahu darimana ada rapat?" Tanya hakim lagi.
"Pihak lain memberitahu 19 Desember 2011 ada rapat," kata dia.
"Apa yang diputuskan (dalam rapat tersebut)?" Tanya hakim.
"Seolah olah sesuai berita Sandipala tidak memenuhi kewajibannya, padahal data yang tersimpan saat itu 4 juta, sehingga porsi dari Sandipala dikurang dari 103 menjadi 60 juta dikurangin lagi jadi 45 juta. porsi yang diambil PNRI disubkan ke pihak lain menurut saya itu melanggar LKPP," beber dia.
Tidak terima atas pengurangan jatah tersebut, Paulus mengatakam dirinya sempat meminta penjelasan dan klarifikasi alasan pengurangan jatah untuk Sandipala. Namun baik dari pihak perusahaan konsorsium sampai pihak Kementerian Dalam Negeri seakan akan melempar bola tanpa mau tanggung jawab.
"Saya kirim surat protes saya temui pak Sugiharto katanya ini bukan keputusan saya ini keputusan pimpinan, atasa pak Sugiharto kan pak Irman saya minta waktunya untuk bertanya, (Irman) bilang ini bukan putusan saya ini putusan pimpinan, pimpinan pak Irman kan bu Sekjen saya minta waktunya untuk ketemu ke bu Sekjen tapi enggak bisa ketemu," ujarnya.