Terbukti Bersalah, Terdakwa Pidana Pemilu di Makassar Divonis 7 & 10 Bulan Percobaan
Sementara lima terdakwa lainnya, Ismail Sampe, Fitriani Arifuddin, Muhammad Barliansyah, Firman dan Rahmat alias Mato dijatuhi pidana kurungan 6 bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan.
Tujuh terdakwa kasus tindak pidana Pemilu di Makassar dinyatakan terbukti bersalah. Majeli hakim yang diketuai Harto Pancono memutuskan mereka bersalah dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (25/7).
Ke tujuh terdakwa merupakan penyelenggara pemilu di dua kecamatan, Panakkukang dan Biringkanayya. Mereka divonis 4 bulan penjara dengan denda Rp5 juta dan 6 bulan penjara dengan denda Rp10 juta.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Apa saja yang dipilih dalam Pemilu 2019? Pada tanggal 17 April 2019, Indonesia menyelenggarakan Pemilu Serentak yang merupakan pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD secara bersamaan.
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Partai apa yang menang di Pemilu 2019? Partai Pemenang Pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase suara sebesar 19.33% atau 27,05 juta suara dan berhasil memperoleh 128 kursi parpol.
Harto Pancono memutuskan, Ketua PPK Kecamatan Panakkukang Umar dan Ketua PPK Kecamatan Biringkanayya divonis dengan hukuman 4 bulan penjara dengan denda Rp 5 juta.
"Unsur terpenuhi melanggar pasal 505 UU RI No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, memutuskan jatuhkan pidana masing-masing kurungan 4 bulan penjara, denda Rp5 juta subsider 1 bulan penjara. Dengan masa percobaan selama 7 bulan," katanya.
Sementara lima terdakwa lainnya, Ismail Sampe, Fitriani Arifuddin, Muhammad Barliansyah, Firman dan Rahmat alias Mato dijatuhi pidana kurungan 6 bulan penjara dan denda Rp10 juta subsider 1 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan.
Oleh majelis hakim mereka dinyatakan terbukti bersalah dan meyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana pemilu berupa tindakan penggelembungan suara. Unsurnya terpenuhi sebagaimana diatur dalam pasal 535 UU RI No 7 tahun 2017 tentang pemilu junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Mendengar putusan majelis hakim tersebut, ke tujuh terdakwa menyatakan pikir-pikir setelah berkonsultasi dengan dua penasehat hukumnya, Sofyan Sinte dan Mikdal Eder Tupalangi.
Anggota tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ridwan Sahputra mengatakan, ke tujuh terdakwa telah terbukti melakukan kesalahan sebagaimana dakwaan semula pihaknya.
Namun, dia menilai, putusan pidana dari majelis hakim adalah putusan bersyarat yakni percobaan yang maksudnya tetap berstatus terpidana namun tidak ditahan karena masa percobaan sesuai lamanya waktu yang diputuskan.
Jika nanti ke tujuh terdakwa ini melakukan pelanggaran pidana, barulah yang bersangkutan dieksekusi sesuai vonisnya tanpa proses peradilan lagi.
"Sebelumnya tuntutan kita dari JPU adalah pidana penjara oleh karena itu dari putusan majelis tadi yang memutuskan pidana bersyarat dengan masa percobaan itu, kita masih pikir-pikir," pungkas Ridwan.
Diketahui, sebelumnya ke tujuh terdakwa ini terseret ke meja hijau karena kasus penggelembungan dan pengurangan suara dari rekapitulasi hasil perolehan suara caleg DPRD Sulsel Dapil Sulsel 2 (Makassar B).
Penggelembungan suara bagi caleg nomor urut 5 atas nama Rahman Pina dan pengurangan suara enam caleg lainnya di Dapil yang sama, diantaranya caleg nomor urut 1, Imran Tenri Tata Amin.
Masalah penggelembungan suara ini terungkap setelah ditemukan angka perolehan suara di C1 hologram dan C1 salinan tidak berkesesuaian dengan data angka di DAA1 dan DA1.
Baca juga:
Berdalih Tidak Tahu, Ketua KPPS di Sumut Akui Hilangkan Suara Partai
MK Fasilitasi Video Conference Saat Sidang PHPU Legislatif
Dihadirkan PPP Sebagai Saksi di MK, Pemantau Pemilu Partai Demokrat Kebingungan
PKS Gugat KPU Kabupaten Bekasi, Ada Penggelembungan Suara Nasdem Sebanyak 6.000
MK Sebut Bukti Tertulis Lebih Penting dari Saksi dalam Sengketa PHPU Legislatif
Saksi dari PDIP Kena Tegur Hakim: Jangan Dapatkan Informasi dari Kiri Kanan Anda